Membangun Sinergisitas Aktor Demokrasi di Kabupaten Malang

Oleh Robikin Emhas

Pengantar
Ada masa di mana media tidak memberitakan Saya tidak melihat adanya perubahan yang sangat fundametal. Kalaupun ada perubahan, sangat lamban dan hampir-hampir stagnan.

Tidak ada kesadaran sungguh-sungguh kaum muda, aktor demokrasi, untuk mengadakan perubahan mendasar dalam pembangunan demokrasi. Misalnya kesadaran untuk mengubah birokrasi, perubahan di tingkat legislatif dll.

Ini soal kesadaran untuk berperan, di mana peranannya bisa melakukan perubahan menuju lebih baik. Saya memang tidak bisa menggeneralisasi stagnasi perubahan ini. Ada kelompok-kelompok tertentu yang bisa berperan sebagai agen demokrasi.

Demokrasi adalah Sarana
mokrasi adalah sarana untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih mengapresiasi kehendak rakyat. Pemerintahan sebagai fasilitator yang berfungsi untuk mengelola berbagai kepentingan yang berbeda. Itu namanya pemerintahan yang responsibel.

Kita harus menyadari, kalau kita omong tema besar tentang sistem. Orang boleh mengatakan sistem kita sudah demokratis. Tetapi apakah itu bisa diukur? Apa gunannya partisipasi masyarakat itu kalau sekedar muncul saat pilihan? Sayang sekali di situ tidak ada prasyarat yang menjamin di mana masyarakat bisa mengontrol. Soal lain adalah manipulasi informasi yang dilakukan media.

Dalam Pilkada, UU itu tidak melarang tentang berapa dana kampanye digunakan. Itulah salah satu sebab demokrasi tidak berjalan denganbaik. Itu soal serius yang tidak mendapatkan perhatian.

Prasyarat-prasyarat demokrasi yang bernama keadilan, keseimbangan itu harus bisa dilembagakan. Mulai dari bahan baku demokrasi, proses demokrasi dan pelaksanaannya harus bisa dijamin. Di situlah perlu keterlibatan regulasi agar unsur kompetisis bisa dijalankan. Nah, kalau hal-hal begini ditabukan untuk diatur, maka yuang kuat secara ekonomi pasti menang. Jadi sistem itu harus menjamin pejabat publik dipilih oleh rakyat secara langsung, dan dalam kontrol oleh rakyat.

Mereka yang selama ini diuntungkan oleh sistem adalah mereka yang memiliki kekuatan secara ekonomi dan politik. Bukan rakyat!

Demokrasi adalah Kontrol

Bagaimana kita mengontrol anggota parlemen dalam membuat perda kalau aktor demokrasi tidak tahu proses?

Filipina memiliki cara menarik dalam konteks ini. Ada kewajiban hukum bagi mereka untuk mengiklankan rancangan perda. Di kita? Untuk mendapatkan rancangan perda saja setengah mati. Sementara yang ditulis media adalah manipulatif.

Setelah jadi UU, di Filipinan, ada kewajiban untuk mengiklankan, bukan hanya ditaruh di Lembaga Negara. Di Indonesia, masih raperda kita tidak tahu, sudah jadi perda kita juga tidahu.

Soal akses publik ini, kita tidak tahu berapa uang negara digunakan. Singapura sudah memiliki mekanisme ini, ketika publik meminta informasi.

Publik belum mendapat akses yang cukup, dan harus dijamin UU. Kalau kita sepakat, bahwa yang di Malang ini yang kita sebut sebagai agen perubahan adalah ini-itu dll. Nah kalau mereka tidak memiliki akses informasi, lalu bagaimana mereka bikin perubahan.

Informasi yang ada selama ini secara umum mereka tidak tahu, tetapi mereka hanya bisa merasakan. Seperti bau kentut. Mereka merasakan ada korupsi, ada penyimpangan. Tetapi ‘perasaan’ itu tidak memiliki tempat di mata hukum. Karena itu ketika dilakukan penyidikan atau langkah hukum lainnya, lalu dibelokkan untuk kepentingan tertentu, masyarakat tidak tahu.

Bagaimana seorang dokter bisa memberikan obat, kalau mereka tidak bisa mendiagnosa? Umumnya kebanyakan agen demokrasi tidak memiliki prasyarat tadi. Yang dimiliki hanya semangat. Tidak ada niatan serius untuk melakukan invetigasi secara mendalam.

Masyarakat hanya bisa merasakan korupsi, tetapi tidak bisa menyelidikinya karena tidak memiliki pengetahuan hukum yang cukup untuk memproses secara hukum. Jadi masih omong kosong besar kalau kita membicarakan demokrasi, tetapi prasyarat tersebut tidak terpenuhi.

apakah orang tidak tahu aturan demokrasi? Banyak orang tahu tentang aturan, tetapi banyak pula yang cerdik untuk memikirkan bagaimana pelanggaran tidak bisa dijerat hukum. Orang-orang di perlemen adalah produk masa lalu di mana cara berpikirnya masih searah. Klaim kebenaran dari penguasa tidak terlepas dari cara berpikir yang searah itu. Pada akhirnya orang terjebak pada rutinitas. Aktivis, birokrat dkk cara berpikirnya masih monoton. Kreativitasnya lemah. Sementara suasana di mana orang bisa teriak tentang demokrasi itu baru seumur jagung. Jadi demokrasi dalam cita-cita ideal itu masih sangat dini, jika dibandingkan dengan kurun waktu pemerintahan sebelumnya.

Saya berpendapat, agar kelompok demokrasi itu berjuang untuk memenuhi prasyarat-prasyarat mewujudkan demokrasi. Harus diingat, masyarakat itu berguru pada realitas, termasuk bagaimana perilaku kepemimpinan. Artinya, berdasarkan pengalaman, pengetahuan, pendidikan mereka, ternyata politik itu sama saja dngan duit.

Orang Kuat dalam Demokrasi
Si kuat, dalam hal ini punyakecenderungan untuk selalu melakukan claim of truth. Ini sesuatu yang diharamkan dalam demokrasi. Mereka bisa saja secara individu maupun kelompok. Kalau sistem yang ada bisa dijamin, maka si kuta tidak akan akan bisa seenaknya melakukan claim of truth.
Mengapa seringkali si kuat sering muncul dalam proses pembuatan kebijakan dll.

1. Dalam sistem demokratis tidak ada larangan bagi siapapun untuk mempengaruhi kebijakan. Tetapi pemerintahan yang demokratis dia bisa melakukan agregasi ide. Pertanyaannya, apakah sudah demikian? Tentu saja tidak.
2. Kecenderungan di mana-mana, orang lebih senang berhubungan dengan si kuat. Tetapi kalau akses informasi tidak bisa mendapatkan transparansi yang dilakukan pemerintah.
3. Tapi orang kuta tidak selalu baik dan benar.

Tentang aktor-aktor demokrasi
Mereka kita harapkan untuk tidak melakukan ‘bunuh diri kelas’. Saat ini mereka memiliki persoalan serius. Sinergisitas untuk demokrasi sangat sulit dilakukan karena ada banyak kepentingan. Dalam perjalanan waktu, tidak sedikit aktivis LSM yang menjadi koruptor.
Contoh, waktu Pemilu mereka menjadi pemantau. tetapi bagaimana pengelolaan dana dalamproses pemantauan? NGO ternyata melakukan hal yang sama yang dikritikkan kepada pemerintah.
Lembaga donor sendiri mengajarkan model sunatan-sunatan itu.

Lalu DiMana Kelompok Demokrasi Bertemu?
Mereka memang mengalami serius dalam bidang ekonomi ‘keluarga’nya sendiri.

Kalau kemudian ….
Di mana mereka bertemu? Ini bukan pertanyaan yang menunjukkan tempat. Tetapi mereka akan bisa bertemu dlam ruang publik untuk memperjuangkan kebijakan yang pro rakyat.
Harus ada kekuatan yang mengorganisasi, agar blue print-nya sama. Harus dihindari kelompok ini ‘membunuh’ kelompok yang lain.
Harus ada komunikasi antar para aktor. Harus ada kesadaran bersamabahwa mereka adalah agen demokrasi. Kalau ada kesadaran, maka akan bisa dilakukan pemberdayaan dalam dirinya sendiri secara ekonomi sehingga tidk tergantung kepada lembaga donor. Akibatnya yang dilakukan mereka adalah sekedar mencari donor. Jadi memang kembali pada dirinya sendiri.

Pada diri kelompok yang disebut sebagai otonomi diri. Ini adalah prasyarat penting. Indikatornya, adalah sejauh mana ia tidak tergantung pada pihak lain.

Demokrasi adalah sarana.

Ada pengalaman menarik. Ketika menjadi penasehat hukumnya seorang pengusaha yang akan melakukan ruislag. Betapa saya kaget, ketika dia menyatakan, saya pisang satu sisir.

Ada beberapa catatan akhir atas diskusi kita ini.
1. Perlu ruang bagi-bagi aktor untuk bertemu dan membicarakan secara intensive hal-hal terkait dengan pengembangan demokrasi
2. Menepis kecurigaan antar kelompok. Kecurigaan ini lebih banyak beredar dalam masyarakat tertutup.
3. Dalam ruang publik itu orang harus bisa ‘omong apa adanya’.
4. Sebagai barang baru yang relatif baru dipraktikkan, sangat biasa dalam demokrasi hal-hal seperti itu dilakukan. Tapi jangan sampai meruntuhkan semangat demokrasi.
5. Demokrasi bukan bentuk perlawanan kepada penguasa, atau kelompok lain yang lebih kuat. Karena hal itu, bertentangan dengan semnagta demokrasi itu sendiri.
6. Proses debat dalam publik itu ke depan menjadi proses demokratisasi yang paling penting. Tanpa itu, demokrasi hanyalah omong kosong.

Sekarang ini, sudah mulai terbuka pintu demokrasi. Sekarang waalupun korupsimasih dilakukan, tetapi sudah ada rasa takut. Kalau rasa takut untuk melanggar peraturan sudah mendominasi ruang pikir orang masyarakat, demokrasi akan lebih cepat tercipta.
Sudah ada sisi-sisi positif untuk membangun demokrasi dan hal itu harus didorong terus-menerus. Sistem reward dan punishment harus dijalankan. Kritik terhadap pemerintah adalah sangat penting, tetapi pujian atas keberhasilan juga tidak kalah penting. Jangan dikira pujian itu tidak menyemangati mereka ke depan akan berbuat lebih baik.

Robikin Emhas

Membangun Sinergisitas Aktor Demokrasi di Kabupaten Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top