Politik Anggaran Kesenian Jawa Timur

Oleh: Edi Purwanto

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jawa Timur tahun 2007, hingga kini masih menjadi perdebatan pro dan kontra di DPRD Jatim. Walaupun sudah disepakati dengan cara voting pada saat sidang paripurna pada tanggal 21 Desember 2006 lalu, tapi ternyata hingga tulisan ini kami tulis, RAPBD itu masih berada di meja Mendagri. Walaupun dengan cara voting akan tetapi RAPBD itu sudah menjadi ketetapan bersama dalam rapat paripurna. Rupanya isu pemilihan Gubernur Jatim pada tahun 2008 nanti, ikut mewarnai kericuhan yang terjadi pada saat penyusunan RAPBD Jawa Timur.

Tarik manarik kepentingan memang sangat rentan terjadi pada saat pembentukan RAPBD 2007. Hal ini bisa kita lihat pada proses putusan akhir rapat paripurna 21 Desember yang lalu. Dalam penentuan RAPBD yang dilakukan secara voting itu, ada 4 fraksi yang menyepakatinaya. Fraksi yang sepakat adalah FPDIP, FPP, F Demokrat dan Keadilan. Sedangkan Fraksi Kebangkitan Bangsa, suaranya terpecah menjadi dua yitu ada yang pro terhadap RAPBD 2007 (pengikut PKB Cak Anam yang belakangan ini mendirikan PKNU), dan PKB kubu Muhaimin Iskandar mengusulkan agar penyusunan RAPBD ditunda. Sementara dari FPG menolak melakukan voting.

Dengan melalui perdebatan yang panjang akhirnya semua anggota menyepakati untuk melakukan voting. Keputusan voting dilakukan dengan 55 suara mendukung RAPBD, 12 suara menolak RAPBD disahkan dan 4 Suara Abstain. Rupanya mekanisme voting yang disepakati oleh DPRD Jatim ini berbuntut panjang. Selain RAPBD tidak turun, juga kinerja pemerintah di Jawa Timur Lumpuh.

Isu penolakan RAPBD Jatim ini, mulai mencuat keras lagi ketika pada hari Rabu tanggal 3 Januari lalu, Empat utusan Fraksi Golkar DPRD Jatim meluruk ke Jakarta. Mereka adalah Lambertus L Wayong, (ketua Fraksi Golkar DPRD Jatim) Gatot Sudjito, Harbiah dan H. Sabron Djamil Pasaribu, SH. Keberangkatan kempat orang ini ke Jakarta adalah untuk menemui Mendagri. Dalam pertemuanya dengan Mendagri ini, FPG menyatakan keberatan terhadap RAPBD yang tidak rasional dan syarat akan kepentingan politik.

FGP berharap kepada Mendagri agar mengoreksi dahulu RAPBD Jatim, sebelum anggaran itu ditetapkan. Selain itu, FPG juga beranggapan bahwa RAPBD Jatim terlalu banyak pengeluaran yang sifatnya internal dinas, sedangkan untuk keperluan publik dan pembangunan terlalu kecil.

Sementara dari kubu lain yang pro terhadap RAPBD 2007, pada tanggal 9 Januari lalu juga mendatangi Mendagri. Kubu pro RAPBD 2007 terdiri dari wakil empat fraksi, yaitu Mirdasy (wakil ketua FPPP), Suyoto (ketua FPAN), H Soeharto SH MSi (Ketua Fraksi Demokrat Keadilan), Kusnadi (FPDIP) dan Cholili Mugi mewakili FKB. Pada saat itu pimpinan DPRD Jatim ikut, kecuali YA Widodo. Kedatangan Pro RAPBD 2007 ini ke Jakarta adalah ingin mengklarifikasi tuduhan FPG terhadap RAPBD 2007 yang cenderung berlebihan. Mereka menuntut balik bahwa FPG tidak konsisten terhadap keputusan yang sudah diambil pada saat sidang paripurna (Kamis, 21 Desember 2006 lalu) secara demokratis.

Rupanya FPG takut kalau dana yang digulirkan pada tahun 2007 ini digunakan sebagai kendaraan untuk pemenangan Soekarwo. Hal ini dikarenakan panitia anggaran tahun 2007 ini dipegang oleh calon Gubernur yang dicalonkan oleh PDI perjuangan ini. Sementara itu, Partai Golkar juga memiliki calon Sunarjo untuk maju sebagai rival Soekarwo pada pilgub nanti. Bisa diperkirakan bahwa terlambatnya RAPBD 2007 diakibatkan oleh perseteruan antar dua Calon Gubernur ini.

Dana yang diajukan sebagai anggaran daerah tahun 2007 ini memang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun yang lalu. Untuk mengetahui hal itu, kita perhatikan perbedaanya dalam tabel berikut:

Pendapatan Daerah Belanja Daerah Surplus
RAPBD 2006 Rp. 4.199.860.312.851,00 Rp. 4.059.232.084.851,00 Rp. 140.628.228.000,00
RAPBD 2007 Rp. 5.110.973.265.910,00 Rp. 4.976.323.265.910,00 Rp. 134.650.000.000,00
Selisih Rp. 911.112.953.059,00 Rp. 917.091.181.061,00 Rp. 194.021.772.000,00
Tabel perbandingan RAPBD tahun 2006 dan 2007

Pada tahun RAPBD 2006 lalu total pendapatan daerah Jawa Timur senilai Rp. 4.199.860.312.851,00, sedangkan belanja daerah mencapai Rp. 4.059.232.084.851,00. Dengan demikian Jawa Timur pada tahun 2006 diperkirakan masih memiliki surplus sebanyak Rp. 140.628.228.000,00. sedangkan pada RAPBD 2007 ini dianggarkan oleh pemerintah Jatim untuk pendapatan darah sebesar Rp. 5.110.973.265.910,00. Sedangkan untuk belanja daerah pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp. 4.976.323.265.910,00. Dengan demikian pada tahun 2007 ini pemerintah masih memiliki surplus sebanyak Rp. 134.650.000.000,00.

Dari tabel itu bisa kita lihat bahwa pemerintah Jawa Timur telah melakukan penambahan Anggaran pendapatan sebanyak Rp. 911.112.953.059,00. Sedangkan untuk Belanja Daerah pemerintah jawa Timur menambahkan anggaran dana sebesar Rp. 917.091.181.061,00. Untuk surplus Anggaran, Pemerintah daerah Jawa timur mengalami penurunan senanyak Rp. 194.021.772.000,00. dana Yang dianggarkan oleh pemerintah Jatim ini terlalu boros jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Pendapatan daerah itu berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dana alokasi umum dana khusus, dana bagi hasil, hibah, dana bagi hasil pajak, dan lain sebagainya. Sedangkan belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan danbelanja tidak terduga lainya. Sedangkan untuk belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Sementara anggaran kesenian Jawa Timur ada pada Dinas P dan K serta Dinas Pariwisata serta Biro Mental dan spiritual Pemprov Jatim. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp. 290.495.500,00. Anggaran untuk program pengebangan nilai budaya sejumlah Rp. 5.327.000.000,00. Program pengelolaan kekayaan budaya sebesar Rp. 12.750.750.000,00. Sedangkan untuk program pengelolaan keragaman Budaya, Dinas pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan dana sebesar Rp. 5.399.250.000,00, dan dana untuk program pengembangan kerjasama pengelolaan budaya membutuhkan dana Rp. 4.910.500.000,00.

Jumlah keseluruhan untuk pengembagan kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim mencapai Rp. 28.387.500.000,00. Dana itu belum dibagi-bagi lagi dalam seksi-seksi yang lain yang ada di Dinas Pendidikan dan Subdin kebudayaan.
Sementara Dinas Pariwisata tahun 2007 ini menganggarkan dana sebanyak Rp. 22.196.016.889,00. Dana ini belum dipotong dengan gaji pegawai dan belanja internal dinas. Dalam programnya Dinas Pariwisata tidak mengurusi kesenian lebih serius terlebih terkait dengan pengembangan kesenian. Dinas pariwisata hanya menganggarkan dana Rp. 75.000.000,00 untuk program pengembangan dan pemasaran pariwisata, termasuk di dalamnya adalah kesenian.

Kegiatan Dinas pariwisata yang lain terkait dengan kesenian adalah East Java Art Festival (Jarfest) yang dianggarkan akan menghabiskan dana sebesar Rp. 350.000.000,00. Selain dua rogram itu, anggaran yang ada di Dinas Priwisata hanya digunakan untuk program-program investasi pariwisata dan promosi pariwisata di Jawa Timur. Seta anggaran terbesarnya adalah untuk belanja internal dinas.

Biro Mental dan Spititual Pemprov Jatim tahun ini menganggarkan dana sebanyak Rp. 8.725.000.000,00. dana ini digunakan untuk fasilitasi kegiatan pendidikan dan kebudayaan di Jawa Timur senilai Rp. 3.000.000.000,00. sedangkan sisanya untuk bidang keagamaan, sosial dan spritual serta olah raga di Jawa Timur.

Beberapa tahun yang lalu, ada kecemburuan terkait dengan perencanaan anggaran. Autar Abdillah mengisahkan kalau Subdin Kebudayaan pernah diminta untuk dijadikan satu dengan Dinas Pariwisata menjadi Depbudpar. Permintaan itu dilakukan oleh Dinas Pariwisata Jatim atas dasar anggaran dana yang ada di Dinas Pariwisata relatif sedikit jika dibandingkan dengan Subdin Kebudayaan. Namun permintaan itu gagal karena ketua Dinas P dan K permintaan menolaknya.

Coppy Paste
Anggaran RAPBD 2007 lebih banyak dialokasikan pada belanja internal dinas. Pelayanan publik dan pembangunan daerah relatif kecil. Pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan juga relatif sangat kecil dalam anggaran ini. Belanja-belanja dinas yang kiranya tidak penting untuk dilakukan tetap saja muncul dengan dana yang tidak sedikit. Banyak sekali orang yang menilai kalau RAPBD tahun 2007 ini adalah coppy paste dari program sebelumnya.

Suyoto (18/01) misalnya, ketua Fraksi PAN ini melihat bahwa program yang diajukan oleh dinas-dinas yang terkait dengan kesenian cenderung monoton. Dinas-dinas tidak mau menawarkan program yang lebih menarik untuk kemajuan kesenian kedepan. Sebenarnya kalau dinas-dinas itu kreatif dalam memberikan terobosan baru bagi seniman, maka keberadaan dinas ini akan lebih berguna bagi masyarakat seniman. Misalnya mereka melakukan festival-festival yang sifatnya pembinaan kepada seniman.
Sementara dalam pandangan Masruroh Wahid (18/01), ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa ini melihat bahwa program-program yang diberikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta dinas pariwisata belum ada inovasi baru. Dinas-dinas ini belum memberikan peluang-peluang kepada seniman untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan kesenian. Masih banyak hal yang belum dilakukan oleh dinas-dinas yang ada untuk pengembangan kesenian di Jawa Timur. Dalam RAPBD tahun 2007 ini, mereka masih menggulirkan program-program yang sifatnya hanya rutinitas belaka.
Ketua FKB dari Jombang ini, melihat kalau program yang diajukan pada tahun ini pada intinya adalah sama dengan tahun sebelumnya. Harusnya dinas-dinas yang bergerak dalam bidang kesenian ini memiliki inovasi yang lebih, sehingga mereka bisa menarik hati nurani masyarakat untuk ikut serta menjaga dan memelihara kesenia yang ada di jawa Timur, usul politikus perempuan NU ini.

Bu evi, Kasi Kesenian Subdin Kebudayaan Jawa Timur juga senada dengan apa yang diucapkan oleh Danudejo (09/01), sie humas Dinas P dan K yang berada di Genteng kali. Mereka berdua mengatakan kalu program yang akan dilakukan pada tahun 2007 ini, dinas P dan K serta Subdin Kebudayaan tidak memiliki program yang relatif baru. Hampir semua program sama dengan yang sebelumnya. Programnya adalah pelatihan-pelatihan serta pengembangan guru-guru kesenian lewat lokakarya. Selain itu Subdin kebudayaan juga memiliki agenda untuk memelihara dan mengembangkan kesenian tradisional. “Usaha yang dilakukan oleh Subdin Kebudayaan diantaranya mengadakan festival kesenian secara periodic”, terang Bu Evi.

Dalam pandangan Rofi Munawar (18/01), draf RAPBD 2007 Jatim terlalu rumit untuk dievaluasi. Hampir seluruh mata anggaran pendapatan dan penerimaan tidak disertai keterangan secara rinci yang memuat volume dan harga satuanya. RAPBD itu juga tidak mencantumkan rancangan anggaran satuan kerja Pemerintah Daerah. Hal ini merupakan kemunduran yang luar biasa, tambah Wakil Ketua Komisi E ini. Selain itu dia juga menambahkan bahwa RAPBD 2007 ini, tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, belanja daerah masih didominasi oleh belanja aparatur ketimbang pelayanan publik.

Penyusunan Anggaran dan Program Kesenian

Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki dua dinas dan satu biro yang mengurusi tentang kesenian. Kesenian di Jawa Timur berada di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur. Selain itu di Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki Biro Pengembangan Mental dan Spriritual. Biro ini selain menangani masalah spiritual, juga menangani kesenian di Jawa Timur. Taman Budaya dan Subdin Kebudayaan adalah kepanjangan tangan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang mengelola Kesenian. Subdin Kebudayaan dan Tman budaya memiliki wilayah kerja yang berbeda pula.

Tugas pokok fungsi dari lembaga-lembaga ini tentunya berbeda. Dinas P dan K Jatim memiliki tugas pada pengembangan pendidikan dan kebudayaan di jawa timur. Dalam melaksanakan tugas ini, P dan K membagi dalam beberapa lembaga yaitu Subdin Kebudayaan, Taman Budaya dan Museum Empu Tantular. Subdin Pendidikan memiliki orientasi pada pelatihan dan pengembangan kesenian lewat pendidikan. Sementara Taman Budaya juga fokus pada pengembangan kebudayaan yang non sekolahan. Taman Budaya lebih berfokus pada untuk memfasilitasi pengembangan kesenian dan seniman rakyat. Fasilitas itu berupa gedung pertunjukan dan pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada seniman yang berada di komunitas-komunitas seni. Yaitu berupa komunitas-komunitas kesenian, sanggar-sanggar kesenian menjadi prioritas garapan Taman Budaya. Sedangkan Museum Empu Tantular lebih berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan hasil kesenian dan situs-situs kebudayaan di Jatim.

Sementara Dinas Pariwisata memiliki program pada sisi marketing seni budaya. Dinas Pariwisata sebenarnya tidak melakukan apa-apa terhadap kesenian. Dinas pariwisata tidak melakukan pendidikan dan pengembangan kesenian. Dinas ini memiliki tugas untuk mengemas dan memasarkan hasil kesenian kepada para wisatawan yang datang ke Jawa Timur.

Dalam penyusunan anggaran, dinas-dinas yang mengurusi tentang kesenian tidak pernah melibatkan seniman. Karena dalam aturan dinas tidak ada kewajiban untuk melibatkan seniman dalam menyusun program dan merencanakan anggaran dinas. Dalam pandangan ketua tiga DKJT Ahmad Fauzi (14/01), di Jawa Timur belum ada payung hukum yang jelas tentang keterlibatan seniman dalam menyusun program dan merencanakan anggaran. “Kalaupun dinas melibatkan seniman itu hanya kebijakan seorang pimpinan saja.. Jika ingin maju, kesenian di Jawa Timur ini jangan hanya pemerintah saja yang mengelola kesenian akan tetapi para seniman juga harus dilibatkan mengelola”, ungkap pria dari pulau garam ini.

Perlu payung hukum yag jelas untuk memberikan legitimasi partisipasi seniman dalam penyusunan program yang dilakukan oleh pemerintah. “Kalau payung hukum atau ada Perda yang mengatur maka keberadaan DKJT dalam rangka memfasilitasi kesenjangan antara seniman dengan pemerintah bisa dilaksanakan dengan mudah”, tambah pria berdarah Madura ini.

Dalam pandangan Autar Abdillah (15/01), selama ini dalam perencanaan program pemerintah, seniman tidak pernah diajak untuk sharing bersama. Kecuali Taman Budaya itupun masih baru-baru ini saja diadakan. Sebelumnya, pemerintah dalam menyusun program selalu dikerjakan sendiri. Selain Taman Budaya, misalnya Dinas Pariwisata dan Subdin Kebudayaan selalu dikerjakan sendiri. Mereka seolah tidak membutuhkan seniman dalam penyusunan program.

Alasan pemerintah tidak mengajak seniman dalam penyusunan program dan anggaran dikarenakan dalam anggapan pemeritah seniman tidak bisa mandiri, tidak memiliki managemen yang baik dan bisa juga dikarenakan seniman seringkali dianggap berantem terus. Selain itu alasan dari pemerintah adalah seniman dianggap tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang perkembangan kesenian kedepan. Padahal kalau dalam pandangan laki-laki asli arek Surabaya ini, seniman memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan di lapangan dan bagaimana seniman harus bersikap kedepan. Kalau pemerintah itu hanya tahu permasalahan yang sifatnya permukaan saja.

Dalam menyusun program tahun 2007 ini, rupanya Taman Budaya yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur mencoba untuk membuka diri. Mereka mengundang para seniman dalam menyusun program tahun ini. Pada pertemuan yang dilangsungkan pada akhir tahun 2006 itu, “saya mengundang seniman dari berbagai elemen. Baik itu dari teater, koreografer, seni tari, PEPADI dan lain sebagainya untuk ikut mengkoreksi dan memberikan masukan pada Taman Budaya satu tahun kedepan”, ungkap Pribadi Agus Santoso (10/01). Keikutsertaan para seniman ini dilakukan oleh taman budaya untuk memberikan masukan dan koreksi terhadap kerja Taman Budaya selama tahun 2006, tambah kepala Taman Budaya Jatim Ini.

Partisipasi seniman dalam penyusunan program Taman Budaya ini dilakukan untuk kebaikan Taman Budaya Jawa Timur. Dengan mengundang seniman yang ahli dalam bidangnya masing-masing ini, Taman Budaya akan mengetahui problematika yang ada pada kesenian. Baik itu berupa permasalahan internal ataupun permasalahan dana.hasil dari pertemuan Taman Budaya dengan para seniman ini akan menjadi landasan dalam menyusun program Taman Budaya tahun 2007 nanti, ungkap ketua Taman Budaya Pribadi Agus Santoso. Pada tahun ini, Taman Budaya memprioritaskan programnya pada ketahanan budaya. Kesenian jalur lintas selatan juga menjadi prioritas dalam program tahun 2007 ini.

Taman Budaya mengupayakan agar Pemerintah Jatim memikirkan kesenian lintas selatan. Konsep seni budaya kawasan selatan ini oleh Taman Budaya ditargetkan 5 tahun. Tahun pertama pemetaan potensi daerah, sedangkan tahun kedua pemberdayaan seniman di kawasan selatan. “Kemudian kalau sudah sampai pada tahun kelima, saya berharap di jalur selatan ekonomi berbasiskan budaya sudah ada. Jadi masyarakat jalur selatan tidak hanya berdasarkan pada ekonomi saja. Mereka saya harapkan mampu membuat ekonomi yang berbasiskan pada budaya”, harapan dalang lulusan STSI Solo ini.

Senada dengan Agus Santoso, Maemura (09/01) sekretaris Umum DKJT mengungkapkan bahwa hampir dalam setiap program yang direncanakan oleh Subdin, Dinas Pariwisata maupun Taman Budaya selalu melibatkan teman-teman seniman. Walaupun bukan atas nama lembaga, mesti ada satu atau dua orang yang diajak oleh dinas-dinas itu untuk dimintai pendapat. Pada pertemuan akhir tahun yang diadakan oleh Taman Budaya kemarin juga banyak berbicara tentang program Taman Budaya satu tahun kedepan.

Pertemuan akhir tahun yang diadakan oleh Taman Budaya itu oleh Fauzi tidak dimaknai sebagai pertemuan untuk menyusun program, akan tetapi Taman Budaya meminta para seniman untuk mengevaluasi program Taman Budaya yang sudah terlaksana pada tahun 2006 kemarin. Taman Budaya juga meminta kepada seniman untuk memberikan masukan kepada Taman Budaya untuk program pada tahun 2007. Setiap kali mau merencanakan program, pemerintah senantiasa melakukan evaluasi ke dalam. Mereka sharing dengan para seniman. Hasil dharing inilah yang dijadikan acuan untuk tahun berikutnya. Akan tetapi kesepakatan pertemuan itu dijadikan program atau tidak hanya Taman Budaya yang menentukan, tambahnya.

Dalam Pandangan Autar Abdilah (15/01), pertemuan seniman di STKW beberapa bulan yang lalu telah menghasilkan program yang akan diajukan oleh pemerintah. Program yang diusulkan oleh para seniman adalah program talangan untuk dana produksi seniman. Anehnya pada saat sudah sampai ke Dinas P dan K, orang-orang dinas sendiri yang mencoret program itu. Autar melihat bahwa pemerintah memiliki program lain, sehingga usulan dari para seniman dicoret. Atau mungkin saking seringnya coppy paste, hingga pemerintah lupa akan program yang diusulkan oleh para seniman, lanjut bapak dua anak ini.

Setelah program di tentukan dan dianggarkan oleh dinas-dinas terkait, program dan anggaran dana itu dikirimkan ke Pemerintah Provinsi. “Program itu disesuaikan anggaranya dengan program-program yang diajukan dinas lain. Kalau terlalu berlebihan dan tidak rasional, panitia anggraran berhak untuk melakukan koreksi”, kata Sinarto. Wakil ketua Taman Budaya ini juga menambahkan kalau besar kecilnya anggaran tergantung pada relevansi program yang diajukkan. Selain itu anggaran disesuaikan dengan rencana strategis yang digulirkan oleh Pemprov Jawa Timur. Pemprov Jatim juga mengacu pada renstra Nasional. Jadi dalam penyusunan anggaran harus disesuaikan berdasarkan pada rencana strategis pemerintah. Dengan demikian seniman tidak dilibatkan dalam penentuan anggaran maupun penyusunan program. Penyusunan anggaran hanya dilakukan oleh pejabat dinas dan pemerintah provinsi, tambahnya.

Setelah sampai pada Dewan, program dan anggaran kesenian masih menjadi perdebatan. Program mana yang harus diloloskan dan mana yang harus dicoret. Dalam sidang di Komisi E DPRD Jatim, kesenian masih menjadi tema yang hangat dibicarakan di Komisi E. Wakil Ketua Komisi E Rofi Munawar (18/01) mengatakan bahwa beberapa Fraksi masih memiliki perhatian yang tinggi terkait tentang pengembangan kesenian di Jatim.

Kebanyakan fraksi-fraksi yang ada di Komisi E mengusulkan agar kesenian yang ada di Jatim ini dipelihara keaslianya dan dikembangkan sesuai dengan kemauan masyarakat dan kondisi jamanya. Beberapa fraksi yang lain mengatakan kalau kesenian yang berada di Jatim ini harus ada nilai pendidikanya. Dengan demikian kesenian bisa dibuat alat untuk menekan masyarakat berfikir maju, tambah Rofi.

Dalam penilaian laki-laki dari Fraksi Keadilan dan Demokrat ini, pada saat penyusunan RAPBD, Program dan anggaran yang ditetapkan masih bersifat koordinatif dengan eksekutif. Pada saat pembahasan program kesenian, semua anggota Komisi E ada semua. Program kesenian di Komisi E tidak hanya membahas masalah kesenian saja. Pendidikan, sekolah dan kebudayaan lokal juga menjadi bahasan yang serius pada sidang Komisi E yang silaksanakan pada bulan Desember Kemarin.

Pada saat itu, Rofi sendiri memberikan usulan agar kesenian yang ada di Jatim ini tetap sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai agama yang ada. Rofi yang berada di Komisi E tidak mau merekomendasaikan kesenian-kesenian yang beretentetangan dengan nilai moral dan agama. Untuk lebih baiknya kesenian yang ada harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip moral yang ada pada Agama.

Komisi E pada saat itu merekomendasikan bahwa, persoalan kebudayaan adalah persoalan orisinalitas dan persoalan menjaga. Jangan sampai kesenian yang ada di Jawa Timur mengalami degradasi. Jangan sampai kesenian-kesenian local itu tergerus oleh kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari barat. Untuk menjaga kesenian agar tetap lestari dan terjaga adalah dengan cara melakukan regenerasi. Baik itu dalam wilayah pendidikan ataupun pada wilayah komunitas-komunitas dan sanggar-sanggar yang ada bergerak dalam bidang kesenian. Selain itu juga mengadakan semiloka kesenian lokal, atau bisa dengan cara mengadakan pelatihan dan pengembangan lewat pendidikan formal dan non formal.

Mengaggapi proses pengajuan anggaran dan kinerja Komisi E, Maimura beranggapan bahwa beberapa orang di Komisi E juga ada yang berasal dari seniman akan tetapi kalau sudah menjadi dewan mereka lupa akan asal usulnya. Sehingga program yang disepakati Komisi E banyak yang tidak memihak pada seniman. Maimura menginginkan pemerintah memberikan dana talangan untuk seniman berproduksi. Maimura selama ini melihat bahwa seniman tidak pernah mendapatkan dana dalam melakukan produksi. Senada dengan Maimura, Fauzi yang sekarang menjadi Koordinator Festival Nasional juga mengatakan kalau pemerintah selama ini belum memperhatikan anggaran seniman yang kreatif untuk berproduksi.

Pelaksana Program

Setelah RAPBD disepakati oleh DPRD dan diajukan ke mendagri dan dkembalikan lagi ke daerah menjadi APBD, program baru bisa dilaksanakan oleh dinas-dinas terkait. Dalam pelaksanan program itu dinas bisa mentenderkan dan bisa dikerjakan sendiri. Kalau di dalam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pariwisata, program kesenian tidak di tenderkan. Berbeda dengan program Pendidikan yang sering kali di tenderkan.

Dinas-dinas memberikan proyek kepada lembaga atau perseorangan yang memiliki kedekatan emosional saja. Pelaksana program ini bisa berasal dari kalangan akademisi, dewan kesenian ataupun perseorangan yang dipercaya oleh dinas dalam mengerjakan program tertentu. Mekanisme yang digunakan adalah dengan cara menyusun kepanitiaan yang ditentukan sepenuhnya oleh dinas yang bersangkutan. Kebanyakan dari seniman yang berada dalam panitia hanya pekerja teknis saja. Sedangkan panitia secara administratif tetap dipegang oleh dinas terkait, tegas Sinarto
Dalam pandangan Fauzi, Pemerintah biasanya menunjuk seniman berdasarkan pada keahlianya dalam bidang-bidang tertentu. Akan tetapi tidak jarang pula pemerintah melibatkan seniman-seniman yang tidak ahli dalam bidangnya. Profesionalitas tentunya menjadi pertimbangan pemerintah dalam pelaksanaan program. Program itu diberikan kepada siapa tergantung pemerintah. Hal ini dikarenakan belum ada aturan yang menyebutkan bahwa program yang diadakan oleh pemerintah itu harus ditenderkan. “Mereka beranggapan kalau program ditenderkan kepada even organiser, mereka akan terpatok dan disinukan pada perjanjian-perjanjian semata”, lanjut Fauzi.

Bu Evi Wijayanti, yang juga salah satu yang mengurusi administrasi di Subdin Kebudayaan mengatakan bahwa “dalam pelaksanaan program, Subdin Kebudayaan senantiasa bekerjasama dengan teman-teman seniman”. Subdin Kebudayaan menunjuk orang-orang yang ahli dalam bidangnya masing-masing. Misalnya pada festival tari, kami juga melibatkan teman-teman seni tari, tambahnya. Maemura juga beranggapan bahwa Subdin Kebudayaan senantiasa melibatkan seniman dalam setiap even-even yang diadakan oleh Subdin Kebudayaan. Biasanya Subdin Kebudayaan membuat kepanitiaan.

Seniman lain yang tidak dalam kategori pemerintah tidak memiliki ruang untuk bisa mengerjakan program-program pemerintah. Baik itu di Subdin Kebudayan, Taman Budaya ataupun Dinas Pariwisata sudah memilih dan mempersiapkan orang-orang tertentu untuk mengerjakan program-programnya. Hampir dalam segala bentuk kesenian mereka memiliki orang-orang sendiri untuk melaksanakan program. “Jaringan Klien yang dibentuk oleh pemerintah ini cukup kuat hingga jika ada orang yang diluar jaringan itu masuk sering mengalami kesulitan. Jadi jangan heran kalau seniaman yang memasukan proposal kerjasama seringkali tidak mendapatkan dana”, tambah Autar.

Banyak sekali proposal yang masuk ke dinas dan tidak mendapatkan apa-apa dari dinas. Hal ini dikarenakan memang tidak ada dana untuk sumbangan produksi. Pemerintah juga tidak menganggarkan dan mempersiapkan pada permintaan-permintaan masayarakat yang sifatnya temporer. Dalam mengatasi hal ini para seniman seringkali mencari obyek lain untuk mendanai even yang mereka agendakan.

Rupanya pemerintah belum memiliki anggaran tersendiri untuk dana talangan permohonan bantuan. “Dahulu pernah diajukan oleh teman-teman seniman akan tetapi oleh Subdin Kebudayaan program itu di coret”, kata Agus Santoso. Tidak adanya bantuan produksi ini, membuat para seniman yang mengajukan proposal mengalami kekecewaan. Seharusnya kalau pemerintah mau transparan, maka seharusnya pemerintah mengumumkan tender untuk proposal. Setelah itu mereka menyeleksi berdasarkan relevansinya terhadap pengembangan kesenian di Jatim.

Sebenarnya di dalam APBD Jatim 2006, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan dana bantuan barang-barang kebudayaan sebesar Rp. 347.675.000,00. dana ini sebenarnya bisa digunakan untuk bantuan produksi seniman. Akan tetapi rupanya pemerintah belum menggunakan dana itu untuk kepentingan Publik.
Dengan demikian, Program kesenian semata-mata disusun berdasarkan pada kebutuhan pemerintah. Pemerintah tidak pernah melibatkan seniman daerah-daerah dalam membuat ataupun melaksanakan program. Pemerintah hanya mengajak orang-orang tertentu dalam menggerjakan proyek-proyeknya. Dengan demikian kelihatan sekali kalau proyek kesenian itu hanya milik pemerintah. Para seniman tidak memiliki ruang untuk membuat kebijakan tentang kesenian di Jawa Timur.

Tumpang Tindih Program

Dinas Pariwisata, Taman Budaya Dan Subdin Kebudayaan yang berada di Bawah P dan K, serta Biro Mental dan Spiritual yang bernaung di bawah Pemprov seharusnya sinergis dalam pelaksanan program dan pembuatan anggaran. Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu berkembangnya kesenian di Jatim. Rupanya kenyataan di lapangan lain, beberapa instansi yang memberikan perhatianya kepada kesenian ini cenderung bekerja sendiri-sendiri. Program yang mereka ajukan juga banyak yang sama. Kesemrawutan kerja di beberapa dinas ini masih kelihatan jelas. Diantaranya seperti yang diucapkan oleh ketua Taman Budaya, masih banyak sekali tumpang tindih program. Saling serobot program dan saling memanfaatkan moment juga sering dilakukan oleh instansi ini. “Misalnya Subdin Kebudayaan memiliki tugas pokok fungsu untuk mengembangkan kesenian lewat pendidikan. dalam kenyatanya kadangkala mereka mengurusi tentang festival lagu-lagu khas daerah, pop singger. Kalu seperti ini kan kelihatan rancu” lanjutnya.

Masing-masing instansi ini memiliki acuan kerja yang berbeda-beda. Dengan demikian tidak acuan kerja itu tidak bisa disamakan. Kalau kerja pengelola kesenian ingin berhasil goal yang dicari seharusnya mereka bekerjasama. Misalnya kalau Dinas Pariwisata memiliki Tugas Pokok Fungsi menjual, maka dinas periwisata harus menyamakan programnya dengan Taman Budaya. Festifal Cak Durasim bisa dijadikan agenda tahunan oleh Dinas Pariwisata. Dengan program yang saling menopang satu sama lain, maka tidak akan ada lagi perebutan program dan dana yang dianggarkan tidak terlalu besar.
Seharusnya mereka bekerja bersamaan dalam rangka meningkatkan ketahanan budaya yang ada di Jawa Timur terlebih pada bidang kesenian. Dalam penilaian Masruroh Wahid, ketua FKB ini melihat bahwa kinerja beberapa isntansi ini selama beberapa tahun terakhir cenderung bekerja sendiri-sendiri. Instansi ini memiliki program pengembangan kesenian dan kebudayaan. Akan tetapi dalam pelaksanaan dan penyusunan program, dinas-dinas ini juga masih cenderung berjalan sendiri-sendiri sehingga apa yang dia programkan seringkali tidak nyambung.

Edi Purwanto

Politik Anggaran Kesenian Jawa Timur

3 thoughts on “Politik Anggaran Kesenian Jawa Timur

Leave a Reply to Bonari Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top