Takbir Keliling, Satu Nyawa Melayang

ADALAH Giyanto 28 tahun, pemuda desa Rejoso Kecamatan Binangun Kabupaten Blitar tewas mengenaskan pada 00.15 dini hari pertama Lebaran atau Rabu (1/10). Pria malang ini menghembuskan napas terakhir setelah dihajar ratusan orang. Sedangkan temannya yang bernama Luky luka parah. Dia mengalami luka bekas pukulan benda tumpul kepala serta bagian tubuh yang lainnya. Sementara beberapa pemuda desa Rejoso lainnya luka memar setelah berhasil dari amukan massa. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 00.15 di Desa Rejoso.

Aksi brutal ini bermula ketika ratusan pemuda yang berasal dari Desa Ngadri, kecamatan Binangun sedang menggelar takbir keliling. Rombongan ini mengendarai sepeda motor, mobil pikup dan beberapa truk. Rombongan pemuda Desa Ngadri usai berkeliling ke desa-desa sekitarnya mereka menuju Desa Rejoso, yang lokasinya bersebelahan dengan Desa Ngadri.

Di tengah asiknya takbir, mereka melihat beberapa pemuda Desa Rejoso yang sedang duduk-duduk dan bermain gitar di Pinggir jalan. Entah setan mana yang membisikin ratusan pemuda itu untuk turun dari truk dan sepeda motor untuk menghajar beberapa pemuda Desa Rejoso. Mereka melakukan pengeroyokan secara masal kepada beberapa pemuda yang ada di situ. Pengeroyokan itu tidak saja menggunakan tangan, mereka juga memanfaatkan beberapa pentungan berupa kayu yang sudah di bawa sebelumnya.

Melihat aksi brutal yang dilakukan oleh pemuda Ngadri, beberapa pemuda Rejoso sontak langsung melarikan diri. Namun, nasib malang telah berpihak pada Gianto. Dia tidak bisa melarikan diri dari kepungan pemuda yang mayoritas menggunakan jubah itu. Hingga akhirnya Giyanto tewas seketika. Sementara Luky berusaha melarikan diri di tengah kepungan massa. Pada akhirnya Luky bisa melarikan diri dan mendapat pertolongan dari masyarakat setempat. Luky luka parah hingga pada saat itu juga dibawa warga menuju rumah sakit setempat untuk mendapatkan perawatan intensif.

Mengetahui hal ini, masyarakat setempat langsung melaporkan peristiwa ini ke polsek Binangun, Blitar. Polisi bersama warga langsung membawa mayat Giyanto ke rumah sakit untuk keperluan penyidikan. Dari hasil visum diketahui bahwa selian sekujur tubuh Giyanto memar, di kepala bagian belakang korban terdapat bekas pukulan benda tumpul.
Keosokan harinya, polisi menagkap tiga pemuda yang dianggap sebagai pelaku pemukulan Giyanto dan beberapa pemuda Desa Rejoso lainnya. Mereka kemudian diseret ke Polres Blitar guna pemeriksaan lebih jauh atas keterlibatannya. Jika benar terbukti bersalah, ketigannya akan dikenai pasal 170 KUHP. Yakni tentang penganiayaan yang dilakukan oleh lebih dari dua orang dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

Menurut keterangan saksi mata, pemuda Ngadri beranggapan bahwa Pemuda Rejoso sedang melakukan pesta miras. Lebaran-seperti ini koq malah pesta miras. Pandangan seperti inilah yang rupanya memprofokasi pemuda Ngadri untuk melakukan pengeroyokan. Padahal Giyanto dan beberapa pemuda lainnya hanya duduk-duduk untuk melemaskan otot-otot setelah kecapekan membagikan zakat. Mereka tidak melakukan pesta minuman keras seperti yang dituduhkan oleh para pemuda Ngadri.

Keesokan harinya, beberapa pemuda desa asal Rejoso sudah berkumpul untuk melakukan serangan balasan. Mereka sudah bersiap-siap dengan menggunakan sepeda motor, pickup dan truk. Akan tetapi mereka mengurungkan niatnya setelah beberapa tokoh Desa Rejoso turun tangan. Tokoh masyarakat dan polisi mendinginkan suasana agar pemuda Desa Rejoso tidak emosional da main hakim sendiri. Malam itu suasana di desa Rejoso tetap tegang. Hal ini dikarenakan para pemuda Rejoso yang akan melakukan serangan pembalasan semakin banyak. Melihat kondisi seperti ini, kepolisian Blitar menurunkan sekitar lima ratus personil polisi gabungan untuk bersiaga di wilayah ini.

Pemuda Ansor Turun Tangan
Melihat peristiwa ini, pada hari Senin, 13 Oktober 2008, ribuan pemida Anshor, Banser serta pagar Nusa mendatangi Polres blitar. Mereka melakukan unjuk rasa atas kekerasan yang dilakukan oleh ormas tertentu terhadap Giyanto. Dalam aksinya mereka meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kematian Gianto (27). Dia salah satu warga Desa Rejoso, Binangun Blitar diduga dianiaya hingga tewas yang dilakukan kelompok takbir keliling dari Front Pembela Islam (FPI) Cabang Blitar.

“Hari ini kami turun ke jalan menolak setiap aksi kekerasan hingga menyebabkan kematian yang diduga dilakukan kelompok dari FPI,” ujar Imron Rosadi koordinator lapangan (korlap) aksi gabungan Ansor, Banser dan Pagar Nusa.

Imron menegaskan, pihaknya mendesak kepada aparat kepolisian untuk melakukan pengusutan secara tuntas terhadap siapa pun, kelompok manapun yang terbukti melakukan tindak pidana kekerasan. Termasuk penganiayaan yang menyebabkan kematian pemuda Rejosa pada malam takbiran itu. “Selain itu, kami juga akan meminta Pemkab Blitar untuk menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tentang pelarangan semua kegiatan penggunaan simbol kekerasan baik secara kelembagaan maupun perseorangan atas nama agama Islam,” jelasnya.

Dalam aksinya di depan Mapolres Blitar, peserta aksi meneriakan yel-yel dan menyampaikan orasi. “Di Blitar gerakan FPI harus diberangus. Jika tidak kami dari Ansor dan Banser siap menghadapinya,” teriak salah satu pengunjuk rasa, Ahmad Amin saat melakukan orasi.
Selain itu peserta aksi juga membawa atribut bendera Ansor dan Banser, Pagar Nusa serta mengusung berbagai spanduk yang bertuliskan diantaranya, ‘Usut Tuntas Pembunuhan Rejoso’,’Tolak Kekerasan Atas Nama Islam’.’Larang Organisasi-Organisasi Liar yang Menimbulkan Keresahan Warga’.

Massa ditemui langsung Kapolres AKBP Putu Jayan J P dan Muspida Kab Blitar. Kapolres mengaku pihaknya sudah memproses dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian di Rejoso dan sudah menetapkan 4 tersangka. “Kita tetap akan memproses kasus ini hingga tuntas,” jelasnya.

FPI Klarifikasi
Pengurus FPI Blitar mendatangi Polres Blitar pada hari Rabu, 15 Oktober 2008. Kedatangannya, tak lain meminta klarifikasi sekaligus mencari kejelasan kasus yang dinilai merugikan FPI. Sebab, organisasi ini disebut-sebut berada di balik kejadian tersebut. Berdasarkan penyidikan para tersangka memang demikian, sampai sejauh ini tidak ada kaitannya dengan FPI.

Rombongan FPI yang tiba di mapolres sekitar pukul 09.30 itu tampak Ganang Edi Widodo (ketua FPI). Ada juga Sutono Purdi (sekretaris), Syamsul Bahri (koordinator laskar), dan Ujang Iskak (tokoh FPI). Perwakilan yang berjumlah 11 orang dengan memakai pakaian jubah putih khas FPI diterima oleh wakapolres. Pertemuan berjalan dengan gayeng, tak tampak pengamanan ketat.

Dalam pertemuan itu, Polres diminta FPI agar memberi pernyataan bahwa FPI bersih dari kasus malam takbiran tersebut. Namun wakapolres belum memberikan jawaban secara pasti. Sebab, polisi masih terus menyelidiki kasus tersebut. “Yang penting suasana dan kondisinya sudah kondusif. Sebenarnya aksi GP Ansor dan Banser beberapa waktu lalu ada unsur kesalahpahaman. Kris juga mengucapkan terima kasih FPI dapat bertindak arif. Yakni dengan mendatangi kepolisian tanpa membawa massa banyak. “Mudah-mudahan FPI Blitar bisa memberi warna tersendiri. Saat ini di masyarakat, FPI mendapat tanggapan yang berbeda-beda,” katanya.

Sementara itu, Ganang Edi Widodo mengaku lega. Dari semula, FPI memang tidak ada kaitannya dengan aksi yang terjadi di Rejoso. “Memang tidak ada kaitannya,” katanya dengan tegas. Menurut Ganang, ada beberapa opsi sekaligus harapan yang dibawa rombongannya ke Polres Blitar. Di antaranya, polisi diminta konsen memerangi maraknya peredaran minuman keras, takbir keliling tahun-tahun ke depan hendaknya ditiadakan dan lain sebagainya. “Harapannya maksiat tidak merajalela,” katanya lagi.
Ditambahkan Ganang, rencananya pihaknya bakal mendatangi GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna. Kedatangannya, selain silaturahmi juga memberikan hasil pertemuan atau dialog dengan polisi.
Setelah melakukan penelitian lebih jauh tentang peristiwa ini, akhirnya Polisi memastikan peristiwa berdarah di malam Lebaran di Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, tak ada kaitan dengan Front Pembela Islam (FPI). Berdasarkan penyidikan, para pelaku yang ditangkap berasal dari warga biasa dan bukan laskar FPI. Hingga tulisan ini dibuat, kasus ini masih ditangani oleh Polres Blitar

*Tulisan ini diramu dari berbagai sumber.

Takbir Keliling, Satu Nyawa Melayang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top