Dalam sebuah talk- show tentang ujian nasional di radio Elshinta (14/4), ada pertanyaan kepada Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Prof Dr Mungin Eddy Wibowo tentang kemungkinan memeriksa kembali lembar jawaban ujian nasional bila diduga ada kejanggalan pada hasil yang diperoleh.
Tahun lalu anak si penanya itu dinyatakan tidak lulus karena nilai yang dicapai pada salah satu mata pelajaran yang di-UN-kan kurang dari 3,0. Padahal, mata pelajaran lain mendapat nilai di atas 9,0. Penanya itu merasa ada kejanggalan pada hasil ujian mengingat prestasi akademis anaknya sebelumnya termasuk tinggi. Upaya untuk mempertanyakan hasil ujian ke dinas pendidikan tidak membuahkan hasil.
Sayang Ketua BSNP tidak menjawab pertanyaan kemungkinan memeriksa kembali lembar jawaban siswa bila diduga ada kejanggalan. Yang dikemukakan adalah berbagai kemungkinan yang dapat memengaruhi hasil ujian, misalnya anak sakit atau memiliki kemampuan tinggi untuk mata pelajaran yang lulus tetapi lemah pada mata pelajaran yang tidak lulus.
Sebenarnya, pertanyaan itu merupakan hal amat penting dalam UN yang dikategorikan sebagai high stakes testing, yaitu penyelenggaraan ujian yang berdampak besar terhadap masa depan siswa.
”False negative”-”false positive”
Dalam pengambilan keputusan untuk meluluskan atau tidak, selalu ada peluang terjadinya kesalahan. False negative terjadi bila peserta yang sebenarnya memiliki kemampuan di atas standar kelulusan dinyatakan tidak lulus. Sementara itu, false positive terjadi bila peserta yang memiliki kemampuan di bawah standar kelulusan dinyatakan lulus.
Nilai yang diperoleh dalam pengukuran seperti UN sering disalahpahami sebagai nilai sebenarnya (true score) dari prestasi belajar siswa. Sebenarnya, true score ini tidak akan pernah bisa dipastikan karena pengukuran, terlebih terhadap variabel laten, seperti prestasi belajar, selalu memiliki kesalahan pengukuran yang dikenal sebagai kesalahan baku pengukuran (standard error of measurement). Besarnya kesalahan baku pengukuran ini bergantung pada keandalan alat ukur yang digunakan yang mencerminkan kestabilan dan kekonsistenan dalam pengukuran. Sayang masyarakat tidak memiliki informasi seputar kualitas teknis paket-paket soal UN.
Meski true score ini tidak pernah diketahui nilainya, kita dapat menentukan kisaran true score pada tingkat kepercayaan tertentu. Contohnya, asumsikan kesalahan baku pengukuran pada UN adalah sebesar 0,2 (catatan: saya tidak mendapat informasi tentang besarnya kesalahan baku pengukuran, baik dari website Departemen Pendidikan Nasional maupun BSNP).
Jika seorang siswa mendapat nilai 5,4 untuk suatu mata pelajaran, kita memiliki keyakinan 95 persen bahwa true score siswa itu ada pada kisaran 5,4 sekitar 1,96 (0,2) > 5,4 sekitar 0,392, yaitu antara 5,01 dan 5,79 (1,96 adalah skor baku untuk tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan 0,392 merupakan margin of error).
Beberapa kesempatan
Dengan standar kelulusan 5,5, siswa yang mendapat nilai 5,4 akan dinyatakan tidak lulus untuk mata pelajaran bersangkutan. Meski demikian, perlu diingat, true score siswa itu mungkin lebih tinggi dari 5,5 sehingga terjadilah false negative. Karena itu, untuk mengurangi terjadinya false negative, perlu diberikan beberapa kali kesempatan kepada siswa yang gagal untuk menunjukkan prestasi belajar mereka.
Benar bahwa memberikan beberapa kali kesempatan dapat meningkatkan false positive, yaitu meluluskan siswa yang sebenarnya memiliki true score di ba- wah standar kelulusan. Namun, saya memandang false negative lebih berbahaya karena siswa yang seharusnya lulus kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau mencari pekerjaan bagi lulusan SMA/SMK, belum lagi menimbang aneka tekanan psikologis yang dialami siswa maupun biaya yang harus dikeluarkan.
Pelaksanaan UN yang hanya satu kali, itu pun dilakukan pada tahun terakhir masa belajar, sebenarnya merupakan bentuk pelanggaran terhadap standar pelaksanaan high stakes testing. Negara-negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan ujian kelulusan bagi siswa SMA dan sederajat memberikan beberapa kali kesempatan kepada siswa yang gagal karena ujian tidak dilaksanakan pada tahun terakhir masa studi.
Mekanisme ”appeal”
Selain kesalahan pengambilan keputusan yang disebabkan kesalahan baku pengukuran, tidak tertutup kemungkinan adanya kontribusi sumber-sumber kesalahan lain yang bukan berasal dari pengukuran itu sendiri, misalnya dalam pemindaian LJUN atau dalam tahapan lainnya.
Upaya standardisasi yang dilakukan pemerintah akan tercederai bila kemungkinan terjadinya kesalahan tidak diantisipasi dan ditindaklanjuti dengan sungguh-sungguh. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan appeal (peninjauan kembali) bila diduga ada kejanggalan- kejanggalan agar tidak semakin banyak siswa yang menjadi korban false negative. False negative ini dapat diasosiasikan dengan menghukum orang yang sebenarnya tidak bersalah. Mekanisme ini harus sama di seluruh Tanah Air dan diinformasikan secara jelas kepada masyarakat.
Sementara asumsi bahwa pelaksanaan UN dapat meningkatkan prestasi siswa masih perlu diuji, aspek-aspek teknis pelaksanaan UN perlu terus dievaluasi agar tidak ada siswa yang dirugikan. Akuntabilitas pelaksanaan UN, hal yang ditekankan berulang-ulang oleh Ketua BSNP saat talkshow, menjadi kunci.
Elin Driana, Salah Seorang Koordinator Education Forum
Sumber: Kompas, 2 Mei 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/02/04150546/false.negative.dalam.un