SELAMA kampanye pemilihan ”wakil-wakil” rakyat dan presiden, hampir setiap keadaan sosial (tragedi Situ Gintung, lumpur Lapindo, dan pembagian BLT) dipolitisasi. Ragam passions bangsa terbaur.
Gundukan masalah sosial pemerintahan SBY-JK akhirnya menjadi senjata bagi lawan politik dalam masa kampanye. Kritik politik atas derita rakyat kecil ditunggangi parpol untuk merebut kemenangan. Terasa, passion nonmanusiawi lebih menonjol daripada passion kesetiakawanan anak-anak bangsa. Seruan-seruan puitis belum diimbangi tindakan nyata kemanusiaan.
Innate aggressiveness amat mendominasi strategi parpol. Politik duit menjinakkan tokoh-tokoh masyarakat lokal di setiap provinsi. Yang direbut adalah kursi kekuasaan dan kekayaan individual. Watak agresif-emosional ini menimbulkan adu mulut dan tindak kekerasan selama kampanye pemilihan legislator dan presiden.
Acap kali proses demokratisasi ini menimbulkan kecenderungan teritorialisme (regionalisme) dan primordialisme. Umumnya agresivitas ini merusak relasi antarpribadi dan kondisi sosial yang tertata baik. Manusia kembali menjadi ”pemburu” kursi-kursi kekuasaan di tengah perubahan sosial (E Fromm, The Anatomy of Human Destructiveness).
Etika pembebasan
Rakyat jelata masih mempertanyakan keseriusan pemerintah dan ”wakil-wakil” rakyat untuk mewujudkan keadilan sosial (hukum, politik, ekonomi, agama, dan kebudayaan). Mengapa nasib korban lumpur Lapindo masih terkatung-katung? Di manakah kepekaan etis ”wakil-wakil” rakyat dalam memperjuangkan perbaikan hidup bangsa? Pembiaran masalah-masalah sosial hanya memperberat derita rakyat.
Kriteria moral etika ini tersembunyi dalam diri orang-orang miskin, khususnya korban ketidakadilan, bencana alam, dan tindak kekerasan. Kaum miskin tidak lagi diobyekkan dan digarap, tetapi dihargai sebagai subyek (pelaku utama) kemajuan bangsa. Dalam kriteria moral ini penghargaan keluhuran harkat dan martabat setiap pribadi adalah sebuah kemutlakan eksistensial (M Vidal).
Sedangkan jantung etika pembebasan tampak dalam kritisitas untuk mencermati otentisitas praksis hidup manusia dalam konteks-konteks yang majemuk. Orientasi kritisitas etis ini bertujuan meningkatkan mutu hidup sosial, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Proses pembebasan manusia mencakup semua aspek hidup yang pada dasarnya saling tergantung dan saling memengaruhi.
Konsensus sosial
Sebagai kategori ontis-politis, konsensus sosial yang berbentuk solidaritas mencerminkan sikap interdependensi antar-anak manusia. Dalam konsensus sosial ini tecermin roh komunal masyarakat. Tradisi kesetiakawanan dalam sejarah dunia muncul sejak manusia terlilit kesulitan.
Proses ke(pe)manusiaan seharusnya menempuh jalur kesetiakawanan sosial. Jejaring reformasi sosial yang mengandalkan sinergitas sosial sangat menentukan masa depan kita.
Konsensus ini, dalam kacamata L Boff, akan mendatangkan perombakan dan perbaikan sosial sehingga setiap anggota masyarakat bisa menikmati makna moralitas hidup bersama. Sedangkan dalam masyarakat modern- kontemporer konsensus ini mengandaikan interdependensi antarindividu dan kelompok sosial dengan pemerataan lapangan kerja.
Rasa kesetiakawanan lebih didahulukan daripada passions lain, seperti perebutan kekuasaan politik, kekayaan, dan prestise duniawi. Passion ini mengangkat harkat masyarakat kecil yang dipinggirkan dalam hampir ajang hidup selama ini. Seharusnya, kaum pinggiran tidak lagi diobyekkan ketika kampanye, tetapi sungguh diperhatikan oleh ”wakil-wakil” rakyat dan presiden pada masa-masa datang.
Harkat manusia
Pengalaman tragis salah seorang warga Nazareth, Yesus, pada Jumat Agung, berupa hukuman mati di kayu salib adalah ungkapan rasa belas kasih Ilahi atas kejahatan hati manusia. Derita dan wafat Yesus termasuk politisasi kelompok farisi, saduki, dan herodian.
Meski menjadi skandalum bagi kaum Yahudi dan semacam kebodohan bagi orang-orang Yunani, salib kesetiakawanan ini menjadi buku sosial bagi pemulihan harkat dan martabat manusia setelah kejatuhan ke dalam dosa. Human passions (to love, to forgive) pada salib Yesus menyalurkan pembebasan sejati, perdamaian dunia, dan kebangkitan hidup rohani.
William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus
Sumber: Kompas Sabtu, 11 April 2009 | 04:35 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/11/04355756/human.passions