Kristenisasi, Hantu Apa Itu?

SUATU  kali, penulis berkesempatan hadir dalam sebuah acara sosialisasi bantuan luar negeri melalui sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kawasan yang menjadi sasaran pemberian bantuan kemanusiaan tersebut tergolong termiskin dibandingkan kawasan di sekitarnya sesudah melalui survei intensif.

Kawasan tersebut sebagian besar penduduknya beragama muslim. Mayoritas RT dan RW berdiri mesjid dan mushola sehingga peribadatan muslim amat tercukupi. Bendera LSM yang saya bawa adalah bendera LSM Katolik.

Yang menarik dari kejadian tersebut ialah 90% pertanyaan hadirin yang hadir ialah apakah pemberian bantuan dikaitkan dengan penyebaran agama atau dalam bahasa yang akhir-akhir ini kerap kita dengarkan ialah kristenisasi?

Pertanyaan semacam ini amat merepotkan. Gereja sendiri tidak pernah mencanangkan melalui kegiatan sosial atau pendidikan dan kesehatan yang dilakukan berpretensi menambah jemaat. Tidak adil jika gereja dituduh memberi recehan dan beberapa kilo beras dan lauk kemudian diganti dengan membaptis orang dan menambah jemaat.

Kehadiran orang Kristen entah sebagai pribadi atau pekerjaan sosial selalu memicu tanda tanya. Kecemasan tampaknya muncul karena pekerjaan-pekerjaan semacam itu mempunyai dampak yang amat besar. Yang mengherankan saya, semakin hari kehadiran pelayanan Kristen entah dalam bentuk gereja, sekolah, rumah sakit, atau lembaga sosial memancing kecurigaan.

Beberapa calon pembangunan gereja yang masih pondasi dan tiang-tiang dirusak massa. Umat tidak bisa melalukan peribadatan dengan aman karena teror. Belum lagi ancaman bom yang pada waktu silam benar-benar terjadi dan meledak mengganggu umat beribadat dalam gereja.

Kini, dengan tuduhan serupa, di berbagai gereja di Indonesia mengalami tuduhan serupa. Sebagai kelompok minoritas tidak hanya izin mendirikan gereja yang dipersulit, malahan peribadatan tidak lagi bisa dengan bebas dilakukan dari rumah ke rumah. Pertanda apa ini? Lebih sering peribadatan dihadapi oleh massa dalam jumlah amat banyak.

Mengapa kejadian ini saya tuliskan untuk dimuat di sini? Saya sudah tidak tahan melihat kepicikan dan intoleransi di belakang kejadian-kejadian seperti itu. Beberapa tuduhan kristenisasi tidak terjadi sekali dua kali saja.

Di Ciledug pelarangan beribadah oleh sekelompok massa telah terjadi sepekan silam. Di Semarang rencana pembangunan gereja/kapel di desa Banjardowo yang didemo massa kini kasusnya tengah diproses pengadilan. Dua bulan lalu Bupati Bandung per surat serentak menutup 12 tempat ibadat serupa di Bandung. Kekerasan terhadap gereja-gereja berjalan terus, dengan rata-rata satu kejadian per minggu. Sejak 1990 sudah lebih dari 500 gereja diserang. Apakah ini perkara kecil?

Gereja masih terus mengalami penganiayaan dan kekerasan dalam beragam bentuknya. Memang tidak bijaksana menggeneralisir masalah adanya satu dua gereja yang melakukan pembagian sembako atau bakti sosial kesehatan kemudian dengan tawaran mau menjadi anggota jemaat.

Alasan kristenisasi bagi saya sangat tidak meyakinkan. Bahwa di sana sini ada orang masuk tidak perlu disangkal. Tetapi kalau melihat statistik Indonesia, maka selama 30 tahun ini, tidak ada pertambahan signifikan umat kristiani di negara ini. Jadi seberapa jauh signifikasi kasus-kasus itu? Jemaat Katolik cenderung stagnan baik dari segi jumlah maupun perkembangan tempat ibadah.

Kebenaran adalah kebalikan. Di gereja Ciledug, Bandung, Semarang dan di kebanyakan gereja di seantero Indonesia, sama sekali tidak dilakukan kristenisasi apa pun. Sama sekali tidak terjadi umat beragama lain di sekeliling gereja, atau sekolah, diajak jadi kristiani. Saya curiga bahwa isu kristenisasi dipakai secara sengaja untuk membangun emosi. Sudah banyak terbukti, emosi yang digerakkan atas nama sentimen agama berdampak buruk dibandingkan dalam keadaan biasa.

Juga di sekolah Kristen/Katolik kecil sekali dari peserta didik beragama muslim masuk ke Kristen atau Katolik. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kini malahan anak didik baik agama Islam maupun Kristen/Katolik di sekolah-sekolah itu tidak diberi pelajaran agama sesuai dengan agama sekolah melainkan pendidikan religiositas yang berlaku umum.

Kalangan pendidikan di kawasan ini memang sudah mencemaskan bahwa pengetahuan agama anak didik Kristen dan Katolik akan sangat dangkal dan perlu diberi pelajaran tambahan. Namun beberapa sekolah susteran mencoba melakukan itu tetapi ternyata kurang berhasil. Lantas sebenarnya apa motif tuduhan kristenisasi itu?

Lalu terjadi kekerasan, pemaksaan, perusakan, kadang-kadang (ratusan kali) penghancuran. Orang bisa melakukannya dengan impunity (tidak terjerat hukum), karena serangan terhadap gereja di Jawa dan di beberapa pulau lain di Indonesia, dibiarkan saja.

Saya bertanya, kita hidup di negara apa? Omongan tentang toleransi, tentang persatuan (ingat iklan bagus-bagus di TVRI), tentang Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi lelucon cemooh. Dan para pemimpin, kaum intelektual, para suara hati bangsa, di mana suara mereka? Tutup telinga, tutup mata, tutup mulut.

Undang-undang dasar kita dengan tegas menyatakan bahwa ”orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” (Pasal 28E, dan lihat Pasal 29, 2.). Tetapi sejak puluhan tahun, umat minoritas dihalang-halangi terus kalau minta izin mendirikan rumah ibadat, juga apabila jelas-jelas ada umat. Surat Keputusan Bersama 35 tahun lalu sudah menjadi sarana untuk mensabotase kebebasan beribadat.

Katanya, jangan membangun rumah ibadat di tengah-tengah umat beragama lain. Tetapi minoritas mau membangun rumah sudah pasti di tengah-tengah mayoritas. Tidak mungkin di tengah hutan. Izin membangun gereja tidak diberikan, atau perlu waktu 20 tahun. Tetapi kalau sementara ini umat beribadat di tempat seadanya, ia diancam dan dilarang.

Saya juga meragukan bahwa itu semua sekadar masalah masyarakat lokal. Saya khawatir bahwa kasus-kasus semacam ini akan terus terjadi. Ibarat hantu, tuduhan kristenisasi bisa benar-benar mencemaskan dan merepotkan.

Benarkah desas-desus bahwa ada jaringan orang-orang ekstrem yang sampai meresap ke administrasi lokal, yang sudah memutuskan untuk secara dingin mencekik kehidupan beragama minoritas di negara Pancasila?

Kezaliman terhadap peribadatan minoritas sudah melampaui batas dan mengancam membuat percuma usaha tulus banyak pihak di agama mayoritas maupun agama-agama minoritas untuk membangun hubungan yang toleran, berdasarkan percaya.

Pertanyaan saya: Apakah pelecehan kebutuhan religius minoritas yang paling sederhana akan terus berlangsung dengan impunity?

Paulus Mujiran adalah pemerhati masalah sosial dan politik, Direktur Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, tinggal di Semarang.

Dimuat di Sinar Harapan, Sabtu, 30 Oktober 2004

Kristenisasi, Hantu Apa Itu?

6 thoughts on “Kristenisasi, Hantu Apa Itu?

  1. saya merasa kristenisasi adalah suatu cara yang dibuat – buat, ngotot, dan kadang tidak masuk akal. hal ini mungkin dilakukan hany untuk menimbulkan emosi dan perpecahan. satu hal yang saya mau tanyakan, mengapa orang islam begitu membenci kristen?bukankah dari nenek moyang yang sama?
    apabila seperti in terus kapan Indonesia bisa maju?
    apa iya di Alquran ada ayat yang menyatakan bahwa nasrani tidak akan suka dengan Islam?
    bagaimana tanggapan teman2 kalau ada agama yang menyiarkan tentang bibit permusuhan ini?bagaimana dengan jemaatnya.
    selama ini saya sekolah dan kuliah di sekolah kristen, tetapi tidak pernah ada pemaksaan agama bagi non kristen. disini kami diajar untuk saling menghormati.
    lalu pengrusakan gereja yang demikian meluas dan hebat apakah tidak ada seorang pun yang mengaggap hal in serius?
    tidak mungkin ratusan gereja dan penghuninya mati dan terbakar tanpa sebab bukan?apakah menganiaya agama lain khususnya Kristen bukan lah salah satu bentuk kekerasan?
    saya rasa di Alkitab selalu diajarkan untuk mengasihi musuh kita.bukan untuk membenci bahkan jahat padanya. tolong jangan mudah terprovokator.
    apalagi dengan issue Kristenisasi ini.

    Tuhan memberkati

  2. Wah lama gakjenguk websitenya tambah rame ya sekarang.

    Ngikut diskusi ya. Menurut saya, kristenisasi itu ada dan terjadi. Demikian juga dengan islamisasi. Itu ada dan terjadi. Sebagai muslim saya harus jujur bahawa saya melihat ada islamisasi yang dilakukan melalui dakwah oleh beberpa aktivis sampai ke kampung-kampung. Nah problemnya menurut saya bukanlah pada ada kristenisasi atau islamisasi. Tapi bagimana kita menyikapi itu. Bagi saya sekarang sudah tidak zamannya lagi Islamisasi/kristenisasi yang diorientasikan “menambah” jumlah pemeluk agama. Kristenisasi dan islamisasi yang dibutuhkan sekarang adalah menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan,menambah orang yang berdaya, “menambah” jumlah orang baik, apapun agamanya. Hari ini seharusnya misionaris agama atau juru dakwah sibuk untuk menyuarakan anti korupsi, anti kekekrasan, anti penindasan terhadap rakyat, dsb. Menyebarkan ajaran agama mungkin adalah kewajiban bagi setiap pemeluk agama apapun. Tuhan menurut saya tidak memperdulikan berapa jumlah orang yang kita ajak untuk memeluk agama kita. Tapi dia akan menganggap penting berapa banyak orang yang sudah kita ajak untuk berbuat baik dan adil, inilah prinsip kristenisasi dn islamisasi saat ini. Saya banyak belajar kepada romo mangun dan bunda teresa tentang hal ini. Agama benar-benar dijalankan dengan cinta kasih untuk memperjuangkan nasib sesama.
    Dalam al quran memang ada ayat yang mengatakan bahwa : walan tardho anka al yahuuuda wa lan nashooro hatta tattabi;a millatahum. Tapi ini tetap ada konteks sejarahnya mengap ayat ini muncul (ashbabun nuzul). Tapi menjelaskan ayat itu masalah tafsir. Itu pula yang dijadikan orang2 untuk menanamkan kebencian kepada kaum nasrani dan yahuudi.
    Ya mari kita doakan kepada orang-orang yang beragama namun hatinya penuh kebencian, kita doakan agar tuhan membuka hatinya agar dia bisa menemukan jalan kasih dan jalan cinta dalam menjalankan ajaran agamanya.

  3. kristenisasi adalah pembutaan hati dan fikiran …

    tetaplah lurus di jalan tuhan ” percaya hanya pada satu tuhan yaitu ALLAH,dan percaya muhhammad utusan Allah”

    hindari kebodohan katolik romawi/kristen ,antara lain:
    1) percaya 3 in 1 “tuhan tu hantu” orang yang sudah mati rohnya di sembah “maklum ajaran dewa,yang percaya goblok brarti”
    2) jangan berpoligami “tp perzinaan lancar terus” kebiasaan si pendeta
    3) jangan pertanyakan dogma/doktrin gereja berdosa nanti,karna kata paulus ya begitu jawabanya “i don’t know”
    4) harus sering update bibel takutnya surat matius, lukas, yohanes dll berubah terus “maklum pauskan ganti terus”

Leave a Reply to riri cute Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top