Pertemuan singkat antara Raja Abdullah bin Abdul Aziz dari Arab Saudi dan Paus Benediktus XVI di Vatikan, November 2007, meninggalkan kesan dan catatan amat mendalam dalam konteks kemanusiaan global, terutama dalam rangka membendung arus radikalisme yang bergejolak di dunia.
Pertemuan itu digambarkan sebagai ”pertemuan ramah tamah yang memungkinkan keduanya menyinggung topik yang amat akrab dengan hati mereka; yang terus mereka pikirkan”.
Pertemuan itu memang pendek, tetapi dampaknya terus hidup, karena pertemuan dari hati ke hati telah menjanjikan adanya perubahan; perubahan sikap, perubahan hukuman, perubahan cara pandang, dan perubahan dalam hidup bersama.
Satu hal yang masih menjadi bahan pembahasan adalah sepucuk surat yang ditandatangani 138 pemimpin, politisi, dan intelektual Muslim mewakili dunia Islam (belakangan jumlah penanda tangan menjadi 250 orang) yang dikirimkan Paus Benediktus XVI. Surat itu dikirim pada Oktober 2007. Surat yang diberi judul A Common Word Between Us and You itu intinya menyatakan keyakinan para tokoh Islam bahwa ada titik temu antara kekristenan dan Islam. Titik temu itu adalah dua pilar hukum agama masing-masing: cinta kepada Tuhan dan cinta kepada sesama.
Kedua hukum cinta kasih itu, yang disebut The Golden Rule, dilihat sebagai basis untuk pijakan bersama dalam dialog. Di dalamnya dikatakan, baik agama Islam maupun Kristen melihat hukum cinta kasih sebagai prioritas dan dasar hidup beriman. Atas dasar kedua hukum ini, tidak ada agama yang mengizinkan kekerasan dan pembunuhan (apalagi atas nama Tuhan).
Kedua agama bisa bekerja sama bahkan untuk membangun kemanusiaan karena sama-sama mencintai Tuhan yang merupakan Pencipta dan Penebus bahkan Pencinta Manusia.
Peristiwa penting itu—pertemuan Raja Abdullah dengan Paus Benediktus XVI; surat para tokoh Islam dan jawaban Paus atas surat itu—mendorong dilakukannya sebuah seminar tentang hubungan atau dialog antaragama, terutama antara Kristen (utamanya Katolik) dan Islam, pada 1-15 Juli 2009 di Kairo, Mesir. Pertemuan yang dihadiri peserta dari delapan negara—Amerika Serikat, Afrika Selatan, Taiwan, Indonesia, Jerman, Inggris, dan Irlandia—itu diprakarsai IDEO (Institute Dominicains Etudes Orientale), sebuah lembaga studi tentang Islam di Kairo.
”The Golden Rule”
Tidak berlebihan jika dikatakan, Raja Abdullah dan Benediktus XVI adalah dua pangeran di bumi ini yang percaya bahwa dialog adalah amat penting, dan melalui dialog akan lahir sebuah perubahan. Para peserta seminar di Kairo memiliki keyakinan, tata dunia tidak bisa diubah oleh kekerasan, kekuatan militer, pembasmian, atau penyudutan kelompok yang satu oleh kelompok lain, penihilan golongan satu terhadap golongan lain. Perubahan tata dunia memiliki komponen karakteristik dialogal. Bukan invasif, tetapi kolaboratif.
Melalui surat para tokoh Islam itu—antara lain ditandatangani Mufti Agung Bosnia dan Herzegovina, Rusia, Kroasia, Kosovo dan Suriah, Sekjen Organisasi Konferensi Islam, mantan Mufti Agung Mesir dan pendiri Organisasi Ulama Irak—menjadi kian jelas bahwa dialog adalah pintu sekaligus jalan yang akan membawa ke perdamaian. Dengan dialog, setiap pihak terbuka jalan untuk saling memahami.
Apalagi, baik umat Kristen maupun Islam—seperti disebut dalam surat para tokoh Islam itu—menyembah Tuhan yang sama. Keduanya percaya pada ”keluhuran cinta sepenuhnya dan devosi pada Tuhan” dan baik nilai-nilai akan cinta dan perdamaian dunia. Karena itu, hubungan yang baik di antara kedua agama merupakan ”faktor paling penting dalam menyumbang perdamaian di seluruh dunia”.
Vatikan menjawab surat itu dengan mengundang masing- masing pihak: 24 tokoh penting agama Islam dan Kristen ke Vatikan pada November 2008. Pertemuan itu menghasilkan sebuah deklarasi yang menegaskan kembali The Golden Rule, yaitu cinta akan Allah dan kepada sesama sebagai basis atau panggilan kedua agama, perlunya toleransi bahkan menghapus segala diskriminasi atas dasar agama, kebebasan menjalankan ibadah dan mendirikan tempat ibadah, serta menekankan antikekerasan atas nama agama serta perlunya kerja sama demi pembangunan kemanusiaan.
Dari sini, kami yang hadir dalam pertemuan di Kairo semakin yakin bahwa ”cinta akan Allah” dan ”cinta kepada sesama” menjadi landasan kuat untuk membangun dialog antara Kristen dan Islam. Itulah The Golden Rule.
Gereja Katolik sendiri yakin, dialog antaragama merupakan suatu pelayanan bagi kemanusiaan yang penting, demi tercipta perdamaian dan kemajuan semua pihak. Dialog merupakan jalan menuju perdamaian.
Tahun 2007, Sam Harris meluncurkan buku The End of Faith. Dalam buku itu, Sam Harris memaki semua penganut agama yang katanya lebih mendatangkan malapetaka dengan sikap fanatik daripada membangun dunia. Dengan sikap fanatik yang berujung pembunuhan atas nama Tuhan dan agama sepanjang sejarah oleh agama mana pun, bukankah itu tanda bahwa agama sebenarnya palsu dan tidak pantas dianut.
Para tokoh agama boleh marah atau menolak pendapat Sam Harris. Namun, satu hal tinggal di kritiknya: apakah agama itu demi manusia atau manusia itu boleh dikorbankan hidupnya demi agama dan keyakinan fanatik buta? Dalam seminar di Kairo itu kian diyakini, dialog merupakan jalan menuju perdamaian sejati (jika bukan satu-satunya jalan).
Bukankah semua agama meminta umatnya mencintai Tuhan di atas segala-galanya? Dan bukankah cinta kepada Allah tidak bisa tanpa mencintai sesama?
Jika hal ini benar, sebenarnya semua agama, meski masing- masing berbeda ajaran, mempunyai tujuan yang sama: mengajarkan umatnya lebih mendekatkan diri kepada Allah dan mencintai sesama manusia sebagaimana Allah mencintai umat-Nya? Ini merupakan pesan kuat untuk menolak segala kekerasan di dalam agama mana pun dan terbuka kerja sama semua pemeluk agama (mulai pimpinan umat agama) demi kemajuan manusia dan isu-isu bersama manusia.
Pada akhirnya, kami semua, yang hadir di pertemuan Kairo, meyakini dialog merupakan jalan ke perdamaian. Dan bekerja untuk dialog demi perdamaian sejati memang tidak gampang karena buahnya tidak bisa langsung dilihat. Namun, kehadiran Uskup Agung Michael Fitzgerald yang merupakan Duta Besar Vatikan untuk Mesir mengingatkan peserta, selain usaha manusia, dialog adalah karya Tuhan. Biarlah Tuhan memberi buah pada waktunya.
J Robini Marianto
Aktif di Center for Research for Interreligious Dialogue (CRID), Pontianak, Kalbar
Sumber: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/24/0448279/jalan.menuju.perdamaian.sejati