Masih lekat dalam ingatan kita tentang pejuangan Marsinah dalam merebut hak-hak yang semestinya diperolehnya dan juga teman-teman seperjuangannya. Marsinah adalah sosok buruh kritis sehingga mampu dan lantang dalam memperjuangkan kepentingan untuk menaikkan kesejahteraan buruh.
Beranjak pada perjuangan buruh seperti yang dilakukan Marsinah dan kawan-kawannya, ini ada sebuah buku yang menuliskan perjuangan buruh dan perjuangan pendampingan buruh yang diangkat oleh PMK-HKBP-Jakarta (Pelayanan Masyarakat Kota -Huria Kristen Batak Protestan-Jakarta).
Buruh sebagai salah satu kelompok sosial selalu menjadi kelompok subordinat, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun pengusaha. Hal ini tidak lepas dari pemakaan buruh sebagai orang yang bekerja dengan mengandalkan tenaga dibanding dengan pikiran. Tawaran yang diberikan buruh umumnya adalah bersedia diperlakukan sewenang-wenang dengan pemberian gaji yang jauh dari mencukupi, penyediaan tempat kerja yang jauh dari layak, perumahan yang tidak sehat dan pemenuhan kebutuhan pangan yang jauh dari stadar pemenuhan gizi. Kodisi semacam ini tentu saja sangat melemahkan posisi tawar buruh dihadapan pemilik modal maupun penguasa.
Dalam buku yang berjudul “Buruh Sadar Buruh Kuat” ini dipaparkan bahwa Revolusi Industri yang berlangsung pada abad 16 menghendaki adanya produk masal yang harga satuannya lebih murah. Hal ini diharapkan dapat menolong masyarakat untuk mendapatkan barang yang cukup dengan harga murah pula.
Seiring dengan perkembangan zaman berkembang pula teknologi mesin produksi yang digunakan oleh pemilik modal dalam memproduksi barang. Tentu saja hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tawar buruh yang menjadi lebih rendah drai sebelumnya. Kondisi semacam ini kemudian beakibat pada penurunan upah yang diberkan pemilik modal pada buruh.
Berangkat dari fenomena keterpurukan nasib buruh ini, maka PMK-HKBP-Jakarta berusaha untuk membangun kesadaran buruh dalam jaringan mitra yang setara, dengan cara buruh dibekali pengetahuan yang cukup untuk mengorganisir diri, berkomunikasi, memimpin, memahami masalah hukum, dan pembangunan.
Sebagai lembaga agama yang menjalankan aktivitas sosial, PMK-HKBP –Jakarta telah banyak membantu buruh dalam memperjuangkan kemakmuran kaum buruh. Lembaga sosial ini berusaha memberikan pelayanan secara khusus kepada buruh dengan alasan, pertama bahwa buruh adalah bagian masyarakat yang menderita, miskin dan tertindas oleh sistem sosial-ekonomi dan politik. Kedua, buruh tidak mempunyai banyak waktu dan kesempatan karena waktu mereka telah banyak digunakan bekerja keras demi mendapatkan upah secukunya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka.
PMK-HKBP-Jakarta tidak hanya mendampingi buruk pabrik, melaikan juga merambah ke buruh migran. Persoalan yang muncul pada buruh migrant ternyata tidak jauh berbeda dengan kondisi buruh yang bekerja didalam negeri. Justru mereka yang ingin merubah nasib dengan bekerja diluar negeri memiliki nab yang lebih tertindas, karena perwakilan perwakilan Indonesia di luar negeri tidak/jarang mau membantu ketika mereka dalam keadaan yang sulit.
Salah satu penulis buku ini yaitu Hetty Siregar, menjelaskan bahwa mayoritas TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja diuar negeri adalah tenaga kerja wanita(TKW) yang mana mereka telah distereotipkan sebagai makhluk lemah dan panakut. Namun mereka justru berani mempertaruhkan nasibnya dengan pergi ke negara asing. Meraka umumnya berbekal pengetahuan dan pengalaman yang minim. Dengan berbekal persiapan minim tentu para TKW ini rentan terhadap kemungkinan terjadnya kekerasan mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual, dan perdagangan perempuan di negara asing.
Budaya Patriarki yang dijelaskan oleh Hatty Siregar, menyatakan kedudukkan perempuan lebih rendah dari kedudukan laki-laki. Perempuan bertanggungjawab dan berkewajiban mengurus rumah tangga, suami, anak-anak, dan juga patuh pada suami. Sehingga dengan tanggungjawab yang sedemikian besar tersebut perempuan rela meninggalkan desa untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak demi kesejahteraan anggota keluarganya.
Dengan berbagai gejolak persoalan tentang buruh inilah PMK-HKBP-Jakarta memberikan pelayanannya untuk memperjuangkan kesejahteraan dan hak-hak buruh yang selama ini masih menyisakan kesedihan di hati kita.
Dibalik kelebihan yang disuguhkan buku ini tentu masih menyimpan kekurangan didalamnya. Dalam penyampaian ide atau gagasana kurang mendalam serta kurang sistematis karena penyuguhannya dalam bentuk bunga rampai.
Judul Buku : Buruh Sadar Buruh Kuat
Editor : Hetty Siregar, Jahya Palenewen, dan Edi Simon Siahaan
Penerbit : PMK-HKBP-Jakarta
Halaman : xxv+428
Peresensi : Sri Astuti, SE
Adakah Buruh Sejahtera?
mana ada buruh yang sejahtera? Ada kok, itu DPR, buruh rakyat tapi sejahtera 😀
betul DPR itu sebenarnya adalah buruh rakyat, akan tetapi mereka senantiasa makmur hidupnya.
saya kira kritik yang diberikan oleh Slank benar juga mafia yang duduknya di senayan itu memang suka buat peraturan dan UUD (Ujung-Ujungnya Duit) bukan menjadi buruh masyarakat kecil. masyarakat kecil hanya digunakan batu lompatan dan komoditas saja untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu.
tidak ada buruh yang sejahtera,,,(itu menurut pendapat saya)… karena pemeritah hanya ingin mendapatkan devisa dari mereka tanpa memperhatikan nazibnya,,,,