Fenomenologi

Belajar Fenomenologi: Teori Baru tentang Sains

Kita sekarang akan membahas secara jelas implikasi yang paling penting dari fenomenologi terhadap teori sains. Pertama-tama pembahasan ini haruslah kembali kepada teori fenomenologis tentang pengalaman dalam maknanya yang asli. Secara pokok, semua sains secara tematis, secara metodis, dan kritis, dengan sebuah momen yang spesifik dari pengalaman kita. Jika kita mendefinisikan pengalaman sebagai pertemuan antara seorang […]

Makna Ontologis dari Pengalaman yang Utuh (16)

Setelah eksposisi yang lebih teoritis ini atas konsep Einstellung-nya atau sikapnya subyek, kita lebih baik memberikan sebuah contoh kongkret dan ilustratif. Untuk tujuan ini, marilah kita menyelidiki makna air. Biasanya aku memikirkan air sebagai sesuatu yang aku gunakan untuk berendam atau sesuatu yang melegakan dahagaku. Dalam suatu perjalanan memancing, sikapku atas air berubah, sehingga di […]

Tanah Tumbuhnya Filsafat (15)

Dalam bagian yang lalu, kita sebenarnya telah menemukan sebuah jalan baru mengungkapkan metode fenomenologi eksistensialis. Fenomenologi adalah metode filosofis yang berusaha untuk mempenetrasi ke akar-akar yang tak terbantahkan dari pemikiran kita. Metode yang demikian itu mengandaikan sebuah gerak kembali ke “pengalaman kehidupan,” kepada dunia pengalaman asli kita. Memotong koneksi dengan dunia “dunia-yang-kualami” berarti meletakkan individu […]

Cogito yang Bereksistensi Secara Pra-Refleksif

Eksistensi sebagai Esensi Manusia Definisi atas manusia ini menyangkutkan dirinya dengan esensi manusia, dengan kodratnya, dengan keberadaannya yang terdalam. Namun, ada filsuf-filsuf eksistensialis yang menolak untuk berbicara tentang “kodrat” manusia. Hal ini bisa dimengerti sejauh filsafat eksistensial terlibat dalam perjuangan melawan kecenderungan dominan dalam filsafat dimana manusia ditampilkan sebagai hanya “sebongkah kodrat.” Kodrat di sini […]

Belajar Fenomenologi, Menunjukkan dan Membuktikan (13)

Klaim bahwa ada-sebagai-manusia haruslah didefinisikan sebagai eksistensi, sebagai ada-yang-sadar-dalam-dunia, tidaklah dapat dibuktikan dengan pengertian logis secara ketat. Mendefiniskan manusia dengan jalan ini menjadi sah hanya di atas dasar sebuah pandangan yang tak bisa direduksikan menjadi sebuah pandangan yang lebih umum. Seorang filsuf hanya dapat “menunjuk” pada definisi. Ini tentu saja merupakan sesuatu yang amat disayangkan, […]

Scroll to top