Perkembangan partai politik di Indonesia memiliki perjalanan yang berliku. Apabila ditelisik, perkembangan partai politik era reformasi belum menjadi institusi publik yang memiliki tanggung jawab atau akuntabilitas terhadap pemilihnya. Pada masa Orde Baru, partai politik menjadi “mesin” politik penguasa sehingga partai politik lebih diarahkan pada kepentingan pelanggengan kekuasaan penguasa (status quo). Ketika memasuki era reformasi, partai politik seakan-akan kaget dengan tuntutan masyarakat yang besar namun tidak disertai dengan kelembagaan yang baik. Partai politik dewasa ini belum memperlihatkan akuntabilitas kepada konstituen.
Hari ini, di tengah pandemi Covid-19 partai-partai politik telah dikritik di depan umum. Sarkasme terhadap mereka melayang di media sosial. Misalnya, meme sarkastik tentang kelangkaan topeng diunggah pada bulan Maret. Meme itu bercerita tentang hampir semua partai politik mendistribusikan barang-barang yang tidak penting untuk mata pencaharian seperti T-shirt, kalender, dan paket lainnya dengan logo mereka ketika mendekati pemilihan presiden tahun 2019. Namun, mereka tampaknya mengabaikan kondisi ketika kebanyakan orang merindukan masker dan APD (alat pelindung diri). Mereka, sekali lagi, akan dikritik ketika mereka berkontribusi pada program bantuan sosial seperti menyediakan layanan penyemprotan desinfeksi dan mendistribusikan masker, APD, dan makanan. Orang-orang menganggap mereka melakukan kampanye hitam.
Diakui bahwa partai-partai politik itu mendapat kepercayaan publik terendah. Dalam survei yang dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2019 oleh LSI, sebuah pusat survei di Indonesia, misalnya, dinyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik diposisikan pada bagian terendah (53%).
Padahal, partai politik telah menjadi kontributor utama untuk mengatasi pandemi. Setidaknya ada tiga alasan untuk ini. Pertama, partai politik diindikasikan sebagai masyarakat sipil. Sebagai perwakilan politik masyarakat, partai-partai tersebut cukup potensial untuk menciptakan banyak program produktif selama krisis, baik program pendidikan maupun sosial.
Kedua, partai politik berperan sebagai pengendali kebijakan. Partai-partai terutama yang berada di parlemen memiliki langkah strategis untuk berkontribusi menciptakan kebijakan dalam kaitannya untuk mengatasi pandemi dan dampak sosial ekonomi berikut.
Ketiga, partai politik memiliki organisasi struktural dan jaringan yang luas. Ini bermanfaat dalam melakukan program besar-besaran. Sebagai contoh, beberapa partai politik (khususnya di Jawa Timur) telah berhasil melakukan program untuk mengatasi covid-19.
Salah satu prioritas yang perlu segera dilaksanakan adalah mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi. Meningkatnya jumlah pengangguran dan pemutusan sektor riil serta usaha kecil dan menengah adalah dua di antara banyak contoh. Ini tidak akan mudah, tentu saja. Namun, dengan kontribusi aktif, pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dapat mewujudkannya.
Di sinilah tempat partai politik memainkan peran strategis. Dengan kemampuan mereka untuk secara langsung mengakses pembuat kebijakan, partai politik memainkan peran sebagai salah satu pilar utama untuk berjuang bersama selama normal baru. Dengan mengamati kondisi nyata, meneliti, dan berkolaborasi, mereka dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi.
Selain kasus tersebut diatas, banyak hal yang perlu dibenahi (reformasi) terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi partai (fungsi pendidikan politik, rekrutmen politik, komunikasi politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi penyelesai konflik). Keluhan yang muncul adalah di mana partai politik belum melaksanakan fungsinya secara maksimal. Dalam konteks ini sumber masalah belum terlaksananya fungsi-fungsi partai politik tersebut adalah terkait dengan persoalan kelembagaan dan rencana strategis partai politik.
Salah satu strategi yang kini masif digunakan oleh banyak parpol adalah dengan penguatan potensi kader muda partai politik. Pemuda memiliki peran strategis dalam keterlibatan penyelenggaraan Pilkada, momentum Pilkada tahun 2020 kemarin menjadi ajang nyata untuk pemuda dalam menampilkan peranan mereka secara langsung. Kader muda parpol perlu terlibat nyata dalam membangkitkan gairah Pilkada di tengah pandemi.
Kehadiran pemuda sebagai wajah millenial ini tentunya memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya. Jika dalam pemilihan sebelumnya kader muda lebih banyak berfungsi dalam mengakomodir suara millenial, kini kader muda juga memiliki tugas tambahan untuk mempertahankan dan meningkatkan partisipasi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Berkaca dari Pemilukada serentak 2020 di Jawa Timur, dapat dikatakan bahwa eksistensi kader muda partai politik dalam keterlibatan untuk menentukan wajah demokrasi Jawa Timur di masa kini dan mendatang belum nampak, baik sebagai penggerak di masyarakat maupun sebagai aktor dalam pencalonan.