Problematika Pemahaman Gender dan Seksualitas di Indonesia

Problematika gender dan seksualitas yang ada di Indonesia semakin hari kian kompleks. Di satu sisi seksualitas masih sering dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Di sisi lain, sejumlah peristiwa ketimpangan, kekerasan hingga pelecehan seksual semakin terlihat dan menjadi perdebatan banyak kalangan.

Perdebatan sengit kerap kali terjadi apabila wacana yang dibahas menyinggung persoalan kekerasan seksual. Adanya perdebatan tersebut lantaran terjadi polarisasi antar golongan dalam memaknai isu kekerasan seksual. Golongan pertama adalah mereka yang melihat kekerasan seksual dari sudut pandang moralitas dan agama, golongan berikutnya melihat dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan perlindungan terhadap korban.

Kekerasan seksual yang terjadi hari ini menjadi representasi dari sistem tata nilai di masyarakat. Beberapa orang masih sering menempatkan salah satu jenis gender sebagai kaum yang marginal. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman baru bagi masyarakat seputar gender, seks, dan seksualitas.

Mengenal Perbedaan Gender, Seks dan Seksualitas

Gender berasal dari bahasa latin “Genus” yang berarti jenis atau tipe. Dalam ilmu sosiologi dan antropologi, gender dimaknai sebagai sikap atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk masyarakat pada waktu tertentu. Beberapa identitas gender yang umum adalah laki-laki dan perempuan, identitas tersebut kemudian mendapatkan label sosial seperti maskulinitas dan feminitas. Sehingga bisa disimpulkan, gender merupakan suatu kontruksi sosial atas seks yang kemudian menjadi peran dan perilaku sosial.

Seks sendiri diartikan sebagai jenis kelamin yang bersifat biologis yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata seks memiliki tiga arti yaitu jenis kelamin, hal yang berhubungan dengan alat kelamin, dan birahi seperti senggama. Secara kodrat, Tuhan telah membedakan alat reproduksi bagi laki-laki dan perempuan. Tuhan memberikan alat reproduksi berupa sperma dan penis kepada kaum laki-laki, sedangkan kepada perempuan diberikan sel telur dan vagina.

Seksualitas merupakan aspek-aspek terhadap kehidupan manusia yang mencakup aspek biologis, psikologis, sosial-budaya. Dalam aspek biologis, seksualitas dipandang sebagai anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi, organ seks, adanya hormonal, serta sistem saraf yang berhubungan dengan kebutuhan seksual. Dalam aspek psikologis, seksualitas dipandang sebagai sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identitas. Sedangkan dalam aspek sosial budaya, seksualitas dipandang sebagai keyakinan yang berlaku di masyarakat berdasarkan kebutuhan seksual serta perilaku masyarakat pada umumnya.

Potret Ketimpangan Gender di Masyarakat

Berbicara tentang ketimpangan gender, maka tidak bisa terlepas dari label masyarakat seperti maskulinitas dan feminitas. Karena asumsi masyarakat dalam memaknai gender bukan sebatas perbedaan fisiologis antara laki-laki dan perempuan saja, melainkan juga menyangkut peran keduanya dalam tatanan kehidupan sosial. Hingga pada akhirnya, perbedaan jenis kelamin akan melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender akan menimbulkan berbagai ketidakadilan. Ketimpangan gender yang kerap kali terjadi di masyarakat antara lain marginalisasi perempuan, penempatan perempuan pada subordinat, streotype perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja tidak proposional.

Persoalan ketimpangan gender harus diatasi dengan berbagai upaya untuk memberikan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Melalui pendekatan kesetaraan gender, dirasa sangat komprehensif untuk menganalisis dan merencanakan intervensi pembangunan. Karena mempertimbangkan situasi serta kebutuhan antara laki-laki dan perempuan. Hingga pada akhirnya, diharapkan mampu menguatkan kesetaraan partisipasi. Strategi itu disebut dengan Pengarusutamaan Gender (PUG).

Pengarusutamaan Gender Dalam Berbagai Aspek

Diskriminasi gender hingga hari ini masih sering terjadi di setiap aspek kehidupan. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya anggapan terhadap perempuan sebagai golongan yang rendah. Perempuan dianggap tidak mandiri, emosional, tidak perlu berkarir dan cukup fokus dengan pekerjaan domestik saja. Anggapan semacam itu kemudian terbentuk menjadi sebuah konstruksi sosial dan dipercaya secara turun temurun.

Meskipun beberapa upaya untuk menegakkan keadilan dan kesetaraan gender telah dilakukan, kenyataannya ketimpangan gender masih tetap eksis di masyarakat. Alasan kuat yang mendasari hal tersebut ialah masih dielu-elukannya laki-laki sebagai pihak dominan dibanding perempuan dalam praktik tatanan sosial. Budaya patriarki yang tumbuh di masyarakat masih mengidentikkan sektor publik bagi kalangan laki-laki, sedangkan perempuan berada di sektor domestik.

Pengarusutamaan gender memiliki makna perbaikan kualitas hidup yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Kualitas hidup yang meningkat seperti dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi akan mendorong ke arah pemberdayaan. Pemberdayaan tidak hanya diharapkan dari laki-laki saja, tetapi juga perempuan. Budaya yang selama ini berkembang seakan menghambat pemberdayaan perempuan, seperti dalam pengambilan keputusan hingga penciptaan pendapatan dalam pasar tenaga kerja. Idealnya, peningkatan pembangunan gender akan menciptakan keseimbangan pemberdayaan antara laki-laki dan perempuan.[riza]

Bahan bacaan

Afni, Nur, Mohammad Rezal, and Labandingi Latoki. “KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT.” Musawa: Journal for Gender Studies 14, no. 1 (2022): 19-48.

Muhammad, Azriel. “Konsep Hermeneutika Amina Wadud Tentang Kesetaraan Gender.” PhD diss., UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2023.

Problematika Pemahaman Gender dan Seksualitas di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top