Sertifikasi Halal dan Jaminan Kemakmuran Bagi Pelaku Ekonomi

Satu tahun lagi peraturan produk wajib halal akan diterapkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 2024 beberapa jenis produk wajib bersertifikat halal. Peraturan tersebut menyebutkan, terdapat tiga kelompok produk wajib bersertifikat halal pada tanggal yang telah ditetapkan, di antaranya: produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan. Apabila produk tersebut tidak mengurus sertifikasi halal, maka akan dijatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis hingga penarikan barang yang telah beredar.

Sertifikat halal menjadi garansi kepastian atas ke-halal-an produk yang diperjual-belikan. Kewajiban bersertifikat halal melekat pada produk halal yang diperdagangkan. Berlaku juga bagi pelaku usaha yang memproduksi barang dengan unsur-unsur yang dianggap haram menurut syariat Islam, harus mencantumkan keterangan tidak halal (label non-halal) berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan.

Berikut adalah rangkuman cara untuk mendapatkan sertifikat halal, dan beberapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para pelaku ekonomi setelah mendapatkan sertifikasi halal.

Cara mendapatkan Sertifikasi Halal

Sertifikasi halal menjadi bukti bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan terlarang dan telah memenuhi syarat pengolahan sesuai dengan Syariat Islam. Berikut rangkuman untuk mendapatkan sertifikasi Halal:

  1. Pelaku usaha bermohon kepada BPJPH untuk memperoleh sertifikat halal.
  2. Pelaku usaha wajib melampirkan dokumen dan pengisian berkas ke BPJPH.
  3. BPJPH mengkaji dokumen pengajuan dan selanjutnya melimpahkan pada Lembaga Penjamin Halal (LPH) untuk mengaudit.
  4. LPH menyerahkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil audit kepada BPJPH untuk ditindaklanjuti. Apabila dalam pengauditan ditemukan bahan atau proses tercemar barang najis, maka pemohon segera melakukan penggantian bahan berdasarkan rekomendasi LPH pada BPJPH.
  5. BPJPH melimpahkan hasil audit LPH pada Komisi Fatwa MUI untuk mendapatkan penetapan hukum halal atau haramnya.
  6. Komisi Fatwa akan menolak permohonan sertifikasi halal dan merekomendasikan perubahan bahan atau proses apabila produk memiliki unsur babi atau benda najis yang tidak melalui tahap pensucian secara syari. Pelaku usaha menunjuk Penyelia Halal yang bertanggungjawab atas Proses Produk Halal (PPH) selaku cara melakukan pengawasan internal serta pengendalian produk.

Keuntungan Sertifikasi Halal Bagi Konsumen dan Produsen

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, ada berbagai produk makanan yang muncul dengan beragam variasi. Mulai dari pola pengolahan hingga pencampuran berbagai bahan/zat tambahan yang pada akhirnya membawa ketidakjelasan status produk tersebut dalam hukum Islam. Berbagai produk kuliner dari luar negeri masuk membanjiri pasar dalam negeri, tidak jarang produk yang beredar belum memiliki kejelasan status halal atau haram. Oleh karena itu, penting kiranya produk yang beredar di tanah air memiliki kejelasan status kehalalannya.

Sertifikasi halal sebagai informasi kehalalan dari suatu produk, pada dasarnya berupaya memastikan bahwa produk yang dipasarkan tidak menimbulkan information asymmetries. Artinya, konsumen dijamin memperoleh informasi yang benar mengenai produk yang akan dikonsumsinya, terutama status kehalalannya. Jaminan ini diperlukan karena konsumen tidak bisa mendeteksi kehalalan sebuah produk secara mandiri, sehingga konsumen hanya mengandalkan kepercayaan terhadap produsen mengenai produk yang ditawarkan sesuai dengan informasi yang diberikan.

Sertifikasi halal ternyata dalam perdagangan internasional telah lama dikenal. Ketentuan dan pedoman halal tersebut tertuang dalam CODEX Alimentarius (1997) yang didukung oleh organisasi-organisasi internasional dan standard halal negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) melalui SMIIC (Standard and Metrology Institutes of Islamic Countries). Di tingkat regional terdapat ASEAN General Guidelines on Preparation and Handling of Halal Food dan kesepakatan Majelis Agama Brunai Darusalam, Indonesia, dan Malaysia (MABIMS). Ketentuan halal tersebut telah didukung oleh sejumlah organisasi internasional berpengaruh antara lain World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Trade Organization (WTO).

Dalam perdagangan internasional, label halal pada produk telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar dunia. Hal tersebut bertujuan untuk memperkuat daya saing produk domestik di pasar internasional. Dengan demikian jaminan kehalalan produk selain sebagai bentuk perlindungan konsumen, juga dapat dilihat sebagai upaya menghadapi tantangan globalisasi bagi pelaku usaha.[riza]

Bahan bacaan

Rastiawaty, Rastiawaty, Andi Tenri Famauri Rifai, Muh Hasrul, Andi Bau Inggit, Muhammad Ilhamsyah Taufan, and Andi Muhammad Aqil Imanullah. “TINJAUAN HUKUM PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL.” Jurnal Ilmiah Publika 11, no. 1 (2023): 226-233.

Rohmah, Siti, Ilham Tohari, and Moh Anas Kholish. “Menakar Urgensi dan Masa Depan Legislasi Fiqih Produk Halal di Indonesia: Antara Otoritarianisme Mayoritas dan Jaminan Konstitusional Mayoritas Muslim.” Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 14, no. 2 (2020): 177-190.

 

Sertifikasi Halal dan Jaminan Kemakmuran Bagi Pelaku Ekonomi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top